Sisa Material Pekerjaan

Membaca di berbagai media perihal banyaknya temuan hasil pemeriksaan/evaluasi oleh Institusi yang melakukan pemeriksaan dan pengawasan, serta pertanyaan pertanyaan secara lisan dari beberapa pemerintah Desa serta melihat langsung kondisi di lapangan, membuat penulis mencoba menuliskan perihal apa itu Sisa Material Pekerjaan.

Sisa Material Pekerjaan yang penulis himpun dari beberapa sumber adalah kelebihan kuantitas material yang digunakan/didatangkan, tetapi tidak menambah nilai pekerjaan. Sedangkan pengertian sisa material pekerjaan konstruksi adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan (gedung, jalan, jembatan dll) dan struktur lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah seperti, potongan besi beton, batu bata, batako, keramik, plesteran, kayu, dan lain sebagainya yang tidak dapat digunakan kembali sesuai dengan fungsi semula.

Sumber dan menyebabkan adanya sisa sisa material pekerjaan yang harus diketahui oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang jasa di desa (TPK dan Pemerintah Desa) dan ini yang harus menjadi perhatian, antara lain:
1. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Gambar/desain pekerjaan.
RAB yang dibuat oleh TPK harus memperhatikan spesifikasi barang/material yang akan dibeli, jangan memesan produk yang berkualitas rendah dan harus memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan, sedangkan untuk gambar/desain pekerjaan harus dibuat sederhana sehingga mudah dimengerti oleh pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan, detail gambar yang rumit serta informasi gambar yang kurang membuat penggunaan material menjadi tidak efektif dan efisien karena gambar/desain pekerjaan tidak / sulit dipahami oleh pekerja (tukang).

2. Pengadaan/Pemesanan Barang Material
Sebelum melaksanakan Pengadaan/Pemesanan barang, TPK seharusnya melaksanakan survey terlebih dahulu, ini untuk mengetahui apakah penyedia mempunyai barang yang akan dibeli sesuai spesifikasi yang diminta, apakah kemasan/bungkus material masih bagus, kemasan/bungkus yang kurang baik menyebabkan terjadi kerusakan dalam perjalanan pengantaran material, dan apakah bisa membeli material dalam jumlah kecil/bertahap, ini dimaksudkan untuk menghindari sisa material pekerjaan, dan jangan sampai pembelian material melebihi dari volume yang tertuang di RAB, kelebihan pembelian dapat dipastikan akan menambah sisa material pekerjaan dan juga pemborosan anggaran. Untuk lebih memahami tahapan survey ini dapat membaca kembali di artikel saya terdahulu, yaitu “Survey harga oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK)”.

3. Penanganan barang/material
Penanganan yang sembrono, tidak berhati hati pada saat pembongkaran barang/material yang akan dimasukkan/disimpan ke gudang/bedeng, seperti melempar barang/material dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sehingga harus membeli lagi barang rusak tersebut dan ini menyebabkan terjadinya biaya tambahan.

4. Gudang/Bedeng
Tempat penyimpanan material yang tidak/kurang bagus menyebabkan barang/material akan mudah rusak, misalnya semen yang ditaruh di gudang/bedeng yang bocor pada musim penghujan akan membuat semen tersebut tidak dapat digunakan lagi. Tempat penyimpanan material harus mampu melindungi material dari pengaruh cuaca/iklim yang dapat merusak kondisi, kuantitas dan kualitas material, serta keamanan (kehilangan material akibat pencurian)

5. Tenaga Kerja dan Peralatan
Tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan harus benar benar menguasai ketrampilan dalam pekerjaannya, ini untuk menghindari kesalahan pemotongan (besi, batu bata/batako, keramik dll), ini untuk menghindari sisa material yang tidak dapat digunakan kembali sesuai dengan fungsi semula. Tenaga kerja yang terampil akan menghindarkan dari kecerobohan dalam mencampur, mengolah serta kesalahan dalam penggunaan material. Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan kesalahan dalam pencampuran volume material, peralatan pendukung pekerjaan harus benar benar berfungsi baik, sehingga dapat menghindari kesalahan-kesalahan di lapangan

6. Lain-lain
Ini termasuk lokasi kegiatan, tidak semua Desa ada dan dekat dengan toko penyedia bahan baku (material), sehingga harus mencari bahan material ke lokasi yang jauh dari lokasi kegiatan, apalagi transportasi jalan/medan menuju tempat lokasi kegiatan kondisinya rusak parah, dapat dipastikan material (seperti pasir, batu bata, batako, semen, keramik dll) akan berkurang kuantitasnya dan rusak, sehingga material tersebut tidak dapat digunakan kembali sesuai dengan fungsinya semula dan akan menjadi tumpukan sisa material.

Seperti yang telah diuraikan diatas, banyak factor yang menjadi sumber dan penyebab sisa material pekerjaan (bukan cuma factor manusia, alam juga ikut mempengaruhi), kualitas sumber daya manusia dalam hal ini TPK di setiap Desa tentu berbeda, ada yang sudah menguasai masalah teknis tersebut dan ada pula yang kurang/belum berpengalaman di bidang pekerjaan konstruksi dan aturan Pengadaan Barang/Jasa, bila kita lihat sekilas, solusi yang mudah kita tawarkan ke Pemerintah Desa adalah menggunakan penyedia jasa konsultansi perencaan untuk dapat membuatkan RAB dan gambar kerja yang benar, tetapi itupun tidak menjamin akan terjadi efesiensi, apabila tenaga kerja yang digunakan tidak terampil, apabila TPK menggunakan tenaga terampil di luar desa tersebut, ini akan menimbulkan kecemburuan dari masyarakat desa setempat, kenapa bukan mereka yang dipekerjakan, tentunya Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa lebih memilih warga desa’nya sendiri untuk terlibat dalam kegiatan didesanya, disamping untuk pemberdayaan masyarakat dan juga untuk menambah penghasilan warganya, walaupun ini akan berakibat seperti yang telah diuraikan diatas, yaitu sisa material tidak dapat dihindari, pembelian dan pemesan material sangat berpotensi menyebabkan sisa material yang besar dikarenakan apa beberapa jenis material yang tidak dapat dipesan dalam jumlah sedikit yang sesuai dengan kebutuhan, karena berkaitan dengan kemasan dan batas minimal pesanan.

Tulisan ini bukan bermaksud membenarkan/membela TPK dan Pemerintah Desa untuk menghindari tanggung jawab apabila terdapat sisa material pekerjaan, banyak factor yang menyebabkan hal tersebut, solusi terbaik untuk menekan seminimal mungkin terjadi sisa material dalam jumlah yang besar, adalah pihak-pihak yang memahami pekerjaan jasa konstruksi (ASN Pemerintah Daerah/Pendamping atau Relawan yang menguasai bidang pekerjaan konstruksi) mendampingi dan memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman mereka kepada TPK maupun Pemerintah Desa, perihal pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Gambar/desain pekerjaan yang benar, serta melakukan pelatihan/peningkatan kemampuan kepada warga masyarakat desa (tukang) yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan.

Menurut penulis sepanjang sisa material itu wajar (prosentasenya sedikit dari nilai total biaya material) sebaiknya TPK ataupun Pemerintah Desa cukup diberi teguran dan pembinaan serta solusi agar kedepan dapat lebih meminimalisir sisa material pekerjaan. Apabila pekerjaan/kegiatan di desa dilaksanakan oleh Penyedia Jasa, tentunya sisa material menjadi resiko pihak penyedia jasa yang itu akan mempengaruhi keuntungan mereka dan Pemerintah Desa tidak perlu “bertanggung jawab” atas kelebihan sisa material pekerjaan, tetapi berhubung pemerintah pusat “mewajibkan” pemerintah desa untuk melaksanakan kegiatan di Desa dengan metode swakelola, yang bertujuan Pemberdayaan dan menciptakan lapangan kerja serta menambah penghasilan warga desa itu sendiri, mau tak mau TPK ataupun Pemerintah Desa di mintai “tanggung jawabnya” atas kelebihan sisa material pekerjaan, dan yang harus dipahami dan diketahui, bahwa sisa material tidak mungkin tidak terdapat dalam proyek/kegiatan manapun juga (baik itu melalui penyedia jasa maupun swakelola), tidak terkecuali proyek konstruksi (gedung, jalan, jembatan dll), oleh karena itu identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya sisa material dan solusi-solusi sangat diperlukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya sisa material yang cukup besar dikemudian hari.

Solusi lainnya dalam penanganan sisa material ini adalah, sisa material tersebut digunakan/dimanfaatkan kembali untuk membuat bangunan pendukung, misalnya sisa material pembangunan gedung PAUD, dapat digunakan untuk membuat tempat duduk dan meja dari bahan baku sisa material, walaupun tempat duduk dan meja tersebut tidak terdapat dalam RAB dan Gambar, ini bertujuan untuk memanfaatkan kembali sisa material, ini juga tentunya setelah pihak TPK membuat laporan perihal sisa material pekerjaan, dalam laporan tersebut dijelaskan antara lain uraian (nama material), berapa sisa volumenya dan satuannya (Keping, Kubik, Sak, Kg dll) serta perkiraan jumlah harga material tersebut, dan yang harus diingat, berita acara tersebut harus dilampiri foto (dokumentasi) sisa material. Pemanfaatan Sisa material juga harus mendapatkan persetujuan kepala Desa apabila akan digunakan kembali. Ini juga harus ditelaah kembali apakah pemanfaat sisa material yang dijelaskan diatas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, agar setiap langkah yang ditempuh dapat dipertanggung jawabkan dan tidak justru menambah masalah, diharapkan para pihak yang memahami persoalan ini memberikan solusi terbaik, agar dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat dapat di manfaatkan secara maksimal tanpa melanggar ketentuan yang ada dan Pemerintah Desa dapat bekerja tanpa ada rasa ragu dan kekhawatiran terjadi permasalahan hukum di kemudian hari, dan kedepannya pihak TPK dan Pemerintah Desa setiap tahun anggaran tidak lagi disibukkan dengan “tanggung Jawab” sisa material pekerjaan.

Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola di Desa

Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa menyebutkan, Pengadaan barang jasa di Desa pada prinsipnya dilaksanakan dengan metode swakelola, dan ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang mana dalam lampiran permendagri tersebut “memaksa” pemerintah desa menerapkan pengadaan barang jasa di desa dengan metode swakelola, sehingga sesuai dengan format APBDes yang terlampir di Permendagri tersebut.

Yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pekerjaan swakelola di Desa adalah, Pemerintah sendiri (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Permendagri maupun Kementrian Desa) belum mengeluarkan Petunjuk Teknis (JUKNIS), berupa peraturan perundang-undangan yang membahas secara terperinci tentang pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan cara swakelola di Desa. Ketidak adaan Juknis tersebut menimbulkan kesulitan bagi Pemerintah Desa maupun pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, Pemerintah Desa dan TPK menafsirkan prosedur pelaksanaan pekerjaan swakelola menurut versi atau pandangan mereka masing-masing. Ketidakseragaman akibat dari penafsiran dan ketiadaan Juknis ini mengakibatkan kerancuan dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Desa dengan Cara Swakelola. Pemerintah Daerah juga kesulitan mengeluarkan Juknis tersebut, tanpa adanya petunjuk atau pedoman dari Pemerintah Pusat perihal Juknis tersebut.

Pemerintah yang membidangi Pemerintahan Desa (Kementrian Dalam Negeri atau Kementrian Desa), seharusnya segera mengeluarkan Juknis sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan swakelola (baik itu untuk pekerjaan konstruksi, pengadaan barang, dan jasa lainnya), dengan juknis tersebut diharapkan kerancuan dan ketidakseragaman dalam pelaksanaan pekerjaan swakelola dapat diminimalisir. Dengan Juknis tersebut Pemerintah Desa dan TPK dapat meminimalkan terjadinya kekeliruan akibat ketidaktahuan para pelaksana pekerjaan swakelola di Desa. Apabila pihak Pemerintah Pusat juga belum mengeluarkan Juknis, Pemerintah Daerah seharusnya membuat Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola sangatlah penting, dikarenakan tidak adanya Juknis tersebut. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola dapat dijadikan pedoman Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola di Desa, sehingga para pihak yang terlibat dan menangani pekerjaan Swakelola tidak lagi membuat aturan menurut versi atau pandangan mereka masing-masing.

Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola yang dimaksud disini adalah:
1. Prosedur Perencanaan
2. Prosedur Pengadaan
3. Prosedur Pelaksanaan
4. Prosedur Pegawasan
5. Prosedur Pelaporan
6. Prosedur Penyerahan dan Pertanggung Jawaban

Kita harus belajar dari pengalaman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tidak sedikit oknum-oknum yang berkecimpung dalam Pengadaan Barng/Jasa baik itu Pegawai Negeri Sipil, Pengusaha maupun Pejabat Daerah/Negara tersandung masalah hukum terkait dengan penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa. Kita tidak ingin permasalahan tersebut merembet atau menular ke Desa, komitmen Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk segera dan bersama-sama, membuat aturan-aturan baku seperti Juknis ataupun Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola di Desa, sehingga penggunaan Dana Desa ataupun Alokasi Dana Desa dapat sesuai dan tepat sasaran.

Sekretaris Desa dan BPD dalam TPK

Kedudukan Sekretaris Desa dan Anggota/Ketua BPD dalam TPK

Banyaknya pertanyaan perihal boleh tidaknya Sekretaris Desa maupun anggota/ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi anggota/ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa, menjadi dasar bagi penulis untuk mencoba menelaah dan mengulasnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk dapat menyimpulkan, boleh tidaknya Sekretaris Desa maupun anggota/ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi anggota/ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Desa. Marilah kita ulas mulai dari Sekretaris Desa

1. SEKRETARIS DESA
Anggapan Sekretaris Desa dapat menjadi Anggota maupun Ketua TPK adalah mengacu dari aturan bahwa TPK terdiri dari unsur Pemerintah Desa, yang dimaksud unsur Pemerintah Desa adalah Perangkat Desa, dan Sekretaris Desa juga merupakan perangkat Desa, apabila dasar acuannya seperti itu memang tidak salah apabila Sekretaris Desa menjadi bagian dari TPK, tetapi dalam memahami dan mencari acuan atau dasar hukum, tidak bisa hanya mengacu pada satu aturan, kita wajib melihat aturan dari aspek-aspek yang lain, dasar aturan yang digunakan tidak hanya dari satu aturan tetapi secara menyeluruh sehingga dalam pengambilan keputusan kita terhindar dari kesalahan.
Dasar hukum kenapa Sekretaris Desa tidak boleh menjadi anggota/ketua TPK tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 5 Ayat (1) menjelaskan bahwa Sekretaris Desa adalah koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa, dan di ayat (2) menyebutkan tugas Sekretaris Desa, dimana di di ayat (2) tersebut tidak ada kalimat yang secara tegas menyebutkan Sekretaris Desa adalah pelaksana kegiatan. Pelaksana Kegiatan menurut Permendagri 113/2014 tersebut adalah Kepala Seksi/Kepala Urusan sebagaimana disebutkan pada Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2).
Permendagri 113/2014 pada Pasal 5, Pasal 20 dan Pasal 27 ini secara tegas menempatkan posisi Sekretaris Desa di ranah pengelolaan Keuangan Desa yaitu Perencanaan APBDes dan Pelaksanaan (dalam hal ini verifikasi Rencana Anggaran Biaya) bukan teknis kegiatan/pekerjaan.
Yang harus digaris bawahi adalah Sekretaris Desa adalah KOORDINATOR PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA sedangkan koordinator untuk kegiatan pelaksanaan pekerjaan pembangunan di Desa adalah Kepala Desa lihat di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa Pasal 52 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga secara tegas melarang Sekretaris Desa selaku perangkat desa merangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan Pasal 51 UU 6/2014 huruf f yang berbunyi “melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya” dan juga huruf i yaitu “merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan JABATAN LAIN YANG DITENTUKAN DALAM PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN.

2. BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)
Sebelum dibahas tentang boleh tidaknya anggota/ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) duduk dalam TPK perlu diperjelas dan diketahui apa itu BPD. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis (Pasal 1 angka 4 UU 6/2014). Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra dan memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama merupakan kelembagaan desa yang sejajar dengan lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat, keduanya memiliki kedudukan yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda, Contoh dari kedudukan yang sama tersebut adalah Kepala Desa dan BPD membahas dan menyepakati bersama peraturan desa (Pasal 1 angka 7 dan Pasal 55 huruf a UU 6/2014).
Di Pasal 55 UU 6/2014 huruf c jelas berbunyi BPD berfungsi melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa, Pengadaan barang jasa di Desa yang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa Pasal 52 ayat (1) Kepala Desa selaku Koordinator Kegiatan Pembangunan Desa adalah salah satu tolak ukur dari kinerja Kepala Desa, Bagaimana mungkin Kedudukan anggota/ketua BPD yang setara dengan Kepala Desa, justru di bawah Koordinator kepala Desa, dan apabila anggota/ketua BPD duduk dalam TPK, bukan hanya kinerja Kepala Desa saja yang mereka awasi, mereka anggota/ketua BPD juga mengawasi diri mereka sendiri. Apabila anggota/ketua BPD duduk di TPK, Hak BPD sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 UU 6/2014 huruf a yaitu “mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa” dan huruf b “menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa” dan juga hak anggota BPD sebagaimana diamanatkan pada Pasal 62 UU 6/2014 huruf b dan huruf c tersebut tidak dapat dilaksanakan karena konflik kepentingan. Dan secara tegas disebutkan pada Pasal 64 UU 6/2014 huruf b yang berbunyi “melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya”, huruf c “menyalahgunakan wewenang”, huruf d “melanggar sumpah/janji jabatan”, dan huruf g yang berbunyi “sebagai pelaksana proyek Desa”

Dari uraian diatas dapat disimpulkan tentang hal-hal yang menyebabkan Sekretaris Desa dan Anggota/Ketua BPD tidak diperbolehkan duduk dalam TPK, baik sebagai anggota maupun Ketua. Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas Sekretaris Desa sebagai perangkat Desa dikenakan sangsi seperti yang diatur di Pasal 52 UU 6/2014, sedangkan untuk anggota/Ketua BPD yang melalaikan kewajiban dan larangan seperti disebutkan di Pasal 63 dan 64 UU 6/2014 juga dikenakan sangsi sesuai peraturan perundang-undangan.

Demikian uraian ini disampaikan, apabila ada ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan lain mohon koreksinya, semoga dapat menjadi bahan dan dijadikan dasar dari setiap pengambilan keputusan perihal Pengadaan Barang Jasa di Desa, dan juga uraian diatas dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di tujukan kepada saya perihal boleh tidaknya Sekretaris Desa maupun anggota/ketua BPD duduk dalam TPK, baik sebagai anggota maupun ketua TPK.

Pilkades (memahami RAB beserta contohnya)

RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB)

Pemilihan Kepala Desa serentak yang selanjutnya disebut pilkades akan segera dimulai, dibeberapa daerah kesiapan perihal pilkades serentak tersebut masih terus diupayakan agar pelaksanaannya dapat berjalan sukses dan lancar. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa pada Pasal 9 huruf b menyebutkan Panitia pemilihan kepala desa mempunyai tugas MERENCANAKAN DAN MENGAJUKAN BIAYA PEMILIHAN kepada Bupati/Walikota melalui camat. Dalam Permendagri ini secara jelas mengamanatkan kepada panitia pemilihan di desa untuk menyiapkan segala kebutuhan terutama anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan pilkades tersebut, jangan sampai karena alasan waktu yang terbatas/mepet, prosedur/tahapan pengajuan anggaran berupa Rincian Anggaran Biaya (RAB) belum atau tidak dibuat.

Kegiatan penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada kegiatan pilkades merupakan tahapan penting dari keseluruhan rangkaian kegiatan pilkades dan dalam pelaksanaan penyusunan RAB tersebut harus memperhatikan proses/tahapan-tahapan dalam penyusunannya, agar nilai anggaran/biaya yang tertuang dalam RAB tersebut mendekati nilai biaya pada saat pelaksanaan kegiatan (realistis) serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat dipertanggunjawabkan.

Sebelum RAB dibuat, panitia pilkades harus melaksanakan proses / tahapan-tahapan dalam penyusunan RAB yaitu survey, survey ini mempunyai maksud dan tujuan untuk memperoleh informasi yang benar dan pasti, baik menyangkut kuantitas, kualitas maupun harga satuan dari setiap jenis bahan/barang/material/jasa, dan peralatan yang akan dipergunakan sebagai acuan harga dalam perhitungan RAB.

RAB harus disusun secara teliti dan benar sehingga diperoleh nilai RAB yang realistis, RAB yang disusun diharapkan tidak berlebihan atau kekurangan. Apabila terjadi kekurangan dana pada tahap pelaksanaan pilkades tersebut maka harus diusahakan/ditambah dengan swadaya masyarakat ataupun pada waktu perubahan/pergeseran anggaran APBDes, sebaliknya apabila terdapat kelebihan dana, maka kelebihan tersebut hanya dapat digunakan untuk menambah volume atau menyempurnakan item yang tercantum dalam RAB tersebut, contohnya pembuatan panggung untuk Calon Kades, kelebihan anggaran dapat digunakan untuk memperindah dekorasi panggung untuk calon kades tersebut.

Apabila anggaran telah ditetapkan, pihak Panitia Pilkades dalam penyusunan RAB dapat menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan telah ditetapkan tersebut.

Dan yang wajib diketahui oleh para pihak yang terlibat dalam pilkades ini baik itu panitia pemilihan, BPD maupun Kepala Desa beserta perangkatnya adalah tanpa adanya RAB maka pengajuan pencairan dana tidak dapat dilakukan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 27 ayat (1) menyebutkan “Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan HARUS disertai dengan dokumen antara lain RENCANA ANGGARAN BIAYA”. RAB yang di ajukan ini pun untuk mandapatkan anggaran pelaksanaan kegitan harus di verifikasi oleh Sekretaris Desa untuk mendapatkan pengesahan dari Kepala Desa {ayat (2)} setelah mendapatkan pengesahan baru anggaran didapatkan, dan juga anggaran yang sudah didapatkan harus dipertanggung jawabkan {ayat (3)}.

RAB juga dijadikan dasar dalam mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa sebagaimana diamanatkan pada Pasal 28 ayat (1), Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa ini TIDAK BOLEH dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima {ayat (2)}.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyusunan RAB untuk kegiatan pelaksanaan Pilkades itu wajib karena diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, tanpa RAB biaya pelaksanaan pilkades tidak dapat dicairkan, biaya-biaya yang tercantum dalam RAB juga nantinya dimasukkan kedalam laporan pertanggung jawaban Pemerintah Desa sebagaimana diamanatkan dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan, dan juga apabila Pemerintah Desa telah menggunakan Aplikasi SIMDA dari BPKP, RAB tersebut di input pada Aplikasi Laporan Penganggaran.

CONTOH RAB PILKADES sesuai lampiran Permendagri 113/2014
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan Sub Total Harga TOTAL
1 2 3 4 5 6 7
A. BELANJA BARANG JASA ………..
I. Alat Tulis Kantor (ATK)
1. HVS 10 rim …………
2. Tinta 4 botol …………
3. Stempel 2 buah …………
4. Bak Stempel 5 buah …………
5. dll …. …. …………
Sub Total ATK ……….
II. Belanja Cetak
1. Cetak surat suara 10.000 expl …………
2. Cetak Undangan 10.000 expl …………
3. Cetak Baliho 3 buah …………
4. dll …. …. …………
Sub Total Percetakan ……….
III. Belanja Fotocopy dan Pengandaan
1. Foto Copy 1.000 lembar …………
2. Pengandaan Visi Misi 50 Bendel …………
3. dll …. …. …………
Sub Total Fotocopy dan Pengandaan …………
IV. Pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih
1 Biaya pemutakhiran data pemilih 10.000 orang …………..
Sub Total Pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih …………
V. Pendaftaran dan penelitian berkas calon
1. Biaya penelitian berkas calon 5 orang/ calon ………….. ………..
VI. Belanja Sewa
1. Sewa kursi 500 buah …………
2. Sewa tenda 2 pasang …………
3. Sewa sound system 1 unit …………
4. dll …………
Sub Total sewa ………..
VII. Belanja Publikasi dan Dokumentasi
1. Publikasi dan Dokumentasi 1 Paket ………….
2. dll …. …. ………….
Sub Total Publikasi dan Dokumentasi ………..
VIII. Belanja Rapat, Konsumsi dan Transportasi
1. Biaya rapat 1 tahun …………
2. Konsumsi 500 kotak …………
3. Transportasi 1 tahun …………
4. dll …. ….. …………
Sub Total Belanja Rapat, Konsumsi dan Transportasi
IX. Honorarium Panitia Pemilihan
1. Penanggung jawab (BPD) 3 OB …………
2. Ketua 1 OB …………
3. Wakil Anggota 1 OB …………
4. sekretaris 1 OB …………
5. Anggota 5 OB …………
Sub Total Honorarium Panitia Pemilihan ………….
X. Belanja Jasa Keamanan
1. Biaya keamanan 1 Paket ……………
Sub Total Jasa Keamanan …………..
XI. Belanja Tak Terduga
1. Biaya tidak terduga 1 Tahun ………….. …………..

B BELANJA MODAL ……………
1. Printer 2 Unit ………
2. Mesin hitung 5 buah ……….
3. Kayu 2 M3 ……….
4. Seng 10 lembar ………….
5. dll …. ….. …………
Sub Total Belanja Modal ……….
TOTAL BIAYA (BELANJA BARANG JASA + BELANJA MODAL) ………….
Terbilang: ……………………………………….

Demikian yang dapat saya sampaikan dan bagikan, semoga membantu teman-teman di desa baik yang akan segera melaksanakan pilkades maupun yang nanti akan melaksanakannya.

Honorarium Tim Pengelola Kegiatan

Honorarium Tim Pengelola Kegiatan

Pertanyaan dari seorang teman yang menanyakan apakah Tim Pengelola Kegiatan dapat diberikan honorarium dan apa dasarnya, serta melihat lampiran Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa pada sebuah Desa yang di dalamnya memuat honorarium untuk Tim Pengelola Kegiatan dimasukkan dalam rekening Belanja Barang dan Jasa. Untuk membahas pertanyaan Dasar Hukum pemberian honor untuk Tim Pengelola Kegiatan dan apakah benar honorarium Tim Pengelola Kegiatan dimuat dalam rekening Belanja Barang dan Jasa kita telaah berdasarkan aturan-aturan dibawah ini.

a. Dasar Hukum Honorarium Tim Pengelola Kegiatan

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada Pasal 66 ayat (4) berbunyi “Selain penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh jaminan kesehatan dan dapat memperoleh PENERIMAAN LAINNYA YANG SAH”, selanjutnya di ayat (5) berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran penghasilan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta penerimaan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 6/2014 tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas PP No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada Pasal 82 ayat (1) berbunyi “Selain menerima penghasilan tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Kepala Desa dan Perangkat Desa menerima tunjangan dan PENERIMAAN LAINNYA YANG SAH” selanjutnya pada ayat (3) berbunyi “PENERIMAAN LAINNYA YANG SAH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari APB Desa dan sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Di Pasal 82 ayat (3) pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 ini terlihat perbedaan dengan Pasal 82 ayat (3) pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, letak perbedaannya di PP 43/2014 mengatur penerimaan lainnya yang sah dengan berdasar pada ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini yaitu PERATURAN BUPATI/WALIKOTA, sementara di PP 47/2015 penerimaan lainnya yang sah berdasarkan KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Hanya tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota (Pasal 82 ayat (2)).

Menurut pemahaman saya pribadi (tolong koreksi apabila salah) Penerimaan Lainnya Yang Sah BESARANNYA juga harus ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota, ini untuk akuntabilitas (dapat dipertanggung jawabkan) dan memberlakukan asas persamaan hak dan kewajiban antara Tim Pengelola Kegiatan yang berada di satu wilayah Kabupaten/Kota, dan harus juga diingat Tim Pengelola Kegiatan bukan hanya unsur dari Pemerintah Desa, tetapi juga dari unsur Lembaga Kemasyarakatan Desa, mereka yang dari unsur kemasyarakatan itu juga berhak untuk menerima honorarium dalam Tim Pengelola Kegiatan.

Tim Pengelola Kegiatan dapat diberikan honorarium berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan (dalam hal ini menurut saya Peraturan Bupati/Walikota/Kepala Desa) Tanpa adanya Peraturan Bupati/Walikota/Peraturan Kepala Desa yang mengatur pemberian honorarium kepada Tim Pengelola Kegiatan, maka Tim Pengelola Kegiatan tidak dapat memperoleh honorarium.

Kepala Desa juga punya kewenangan untuk menetapkan honorarium untuk Tim Pengelola Kegiatan, sebagaimana di diatur di Peraturan Menteri Dalam Negeri no.113/2014 ttg Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 3 ayat (2) huruf e. tetapi dikuatirkan nanti ada perbedaan mengenai besaran honorarium antara desa satu dengan desa lainnya, dan lebih dikuatirkan lagi apabila Kepala Desa tidak mau memberikan honorarium kepada Tim Pengelola Kegiatan dengan berbagai alasan, contohnya alasan tentang kemampuan keuangan desa, jumlah yang beda antara desa yang satu dan desa lainnya saja berpotensi membuat kinerja Tim Pengelola Kegiatan menjadi tidak maksimal, apalagi kalau mereka tidak diberikan honorarium.

b. Penempatan Honorarium Tim Pengelola Kegiatan Dalam Lampiran Apbdesa Di Rekening Belanja Barang Dan Jasa.

Pengertian Belanja Barang Dan Jasa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no.113/2014 ttg Pengelolaan Keuangan Desa adalah pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan. Dan di Pasal 15 ayat (2) dijabarkan pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang masuk dalam kriteria Belanja Barang Dan Jasa tersebut.

Apabila honorarium Tim Pengelola Kegiatan di tempatkan dalam rekening belanja barang dan jasa menurut pendapat saya tidaklah tepat, karena yang dimaksud HONOR dalam lampiran APBDesa adalah Honor untuk Ahli (Konsultan Perencana/Pengawas) / Narasumber (apabila kegiatan tersebut berupa pelatihan), dan ini juga telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no.113/2014 ttg Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 15 ayat (2) huruf L.

Honorarium untuk Tim Pengelola Kegiatan sebaiknya ditetapkan di Peraturan Bupati/Peraturan Kepala Desa tentang Standar Biaya, baik itu satuannya Orang Bulan (OB) / Orang Kegiatan (OK) / Orang Tahun (OT). Dan sebaiknya besaran honorarium Tim Pengelola Kegiatan untuk setiap kegiatan dibedakan tergantung nilai pengadaannya, dan honor untuk ketua, sekretaris dan anggota juga harus dibedakan, Contohnya:
Pengadaan barang dan jasa yang bernilai Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar :
Ketua Rp……..
Sekretaris Rp. ……..
Anggota Rp. ……
Pengadaan barang dan jasa diatas Rp. 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) ditetapkan sebesar :
Ketua Rp……..
Sekretaris Rp. ……..
Anggota Rp. ……

Demikian yang dapat dijelaskan, mohon koreksi apabila ada ketentuan dan pemahaman yang dianggap kurang tepat.

Pembagian Tugas Dan Tanggung Jawab TPK Dalam Pekerjaan Swakelola

Sebagaimana yang telah dijelaskan beberapa kali di artikel-artikel terdahulu bahwa Tim Pengelola Kegiatan (TPK) adalah “Tim Pengelola Kegiatan yang selanjutnya disingkat TPK adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Surat Keputusan, terdiri dari unsur Pemerintah Desa (Kepala Seksi/Kepala Urusan) dan unsur lembaga kemasyarakatan desa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa”. (Pengertian umum di Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa) sedangkan pengertian swakelola di aturan seperti aturan yang disebutkan diatas adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya DIRENCANAKAN, DIKERJAKAN dan/atau DIAWASI sendiri oleh Tim Pengelola Kegiatan.

Berdasarkan peraturan diatas Tim Pengelola Kegiatan mempunyai tugas merencanakan, mengerjakan/melaksanakan dan mengawasi proses pekerjaan swakelola. Agar tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan dan tumpang tindih kewenangan sebaiknya Tim Pengelola Kegiatan dibagi lagi menjadi 3 (tiga) Tim, yaitu:
1. Tim Perencana
2. Tim Pelaksana; dan
3. Tim Pengawas
Pembentukan tim-tim tersebut dapat ditetapkan langsung pada waktu pembentukan Tim Pengelola Kegiatan oleh Kepala Desa atau melalui rapat intern Tim Pengelola Kegiatan, yang kemudian dibuatkan Berita Acara’nya, sehingga masing-masing Tim mempunyai tugas pokok dan fungsinya serta tanggung jawabnya secara jelas sehingga tidak menyebabkan terjadinya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing Tim, dan yang harus digaris bawahi Tim Perencana dan Tim Pengawas harus dari unsur Pemerintah Desa, sedangkan untuk Tim Pelaksana dapat dari unsur lembaga kemasyarakatan desa yang di tempatkan dalam Tim Pengelola Kegiatan. Ini sesuai dan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 6 ayat (2). Sedangkan tugas dan tanggung jawab Ketua TPK akan dijelaskan tersendiri, dan Ketua TPK tidak boleh masuk dalam Tim yang telah dibentuk tersebut, dikarenakan tugas pokok dan tanggung jawab Ketua TPK menyeluruh, dari tahap perencanaan sampai dengan selesainya pekerjaan.

Tugas Pokok, Fungsi dan Tanggung Jawab Masing-Masing Tim
Disini akan dijelaskan beberapa tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab dari masing-masing Tim, tentunya ini hanya sebagai gambaran, masing-masing Tim dapat menambahkan/mengurangi tugas pokok dan fungsinya berdasarkan pekerjaan yang akan dilaksanakan dan realita di lapangan.

1. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TIM PERENCANA
a. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dimana dalam KAK ini diuraikan:
1) Maksud dan tujuan, sasaran, dan sumber pendanaan;
2) Jadwal/waktu pelaksanaan pekerjaan;
Tim Perencana harus betul-betul memperhitungkan dan mempertimbangkan waktu yang cukup waktu pelaksanaan pekerjaan seperti mulai dan berakhirnya pekerjaan termasuk jadwal pengadaan bahan/material, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan/atau tenaga ahli perseorangan. Dan yang harus benar-benar diperhatikan Penyusunan jadwal rencana pengadaan dilaksanakan dengan dengan memperhatikan batas akhir tahun anggaran/batas akhir efektifnya anggaran.
3) Keperluan bahan/material atau Jasa Lainnya seperti peralatan/suku cadang dan/atau tenaga ahli perseorangan,
Ini harus dijelaskan secara rinci untuk honorariumnya, apakah honorariumnya dibayarkan secara bulanan, mingguan, atau harian (ini apabila Tim Perencana mengangkat tenaga ahli berupa konsultan atau orang yang dianggap ahli dalam perencanaan pekerjaan dimaksud) anggaran tenaga ahli ini dapat dimasukkan di APBDes, pada Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa, di uraian Belanja Barang Jasa nomor rekening 2.2.1.2 , Honor ……(contohnya Tenaga ahli/Konsultan)
Dalam hal diperlukan tenaga ahli perseorangan tertentu, dapat dilakukan kontrak/sewa tersendiri dimana proses pengadaannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Rincian biaya pekerjaan;
Rincian biaya pekerjaan ini dapat diartikan sebagai Rincian Anggaran Biaya (RAB) yang meliputi: rincian gaji tenaga ahli perseorangan, upah tenaga kerja dan honor Tim Swakelola, rincian pengadaan bahan/material, rincian biaya pengadaan atau biaya sewa (apabila menyewa peralatan seperi molen, dump truck dan lain sebagainya) dan pengeluaran-pengeluaran lainnya yang dibutuhkan.
5) Produk/Pekerjaan yang dihasilkan;
(nama pekerjaan seperti pembuatan sumur, jalan lingkungan dan lain sebagainya)
6) Gambar rencana kerja dan spesifikasi teknis (apabila diperlukan).
Gambar rencana kerja memuat lay-out atau denah pekerjaan yang akan dikerjakan serta Spesifikasi teknis harus disusun mengikuti pedoman/standar yang sesuai dengan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.

b. Tim Perencana mengumumkan pekerjaan Swakelola melalui website (apabila Desa sudah ada Website Desa), papan pengumuman resmi (di Kantor Desa) dan tempat-tempat strategis lainnya (kecuali di tempat Ibadah, sarana Pendidikan dan kesehatan).

2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TIM PELAKSANA
a. Melakukan kaji ulang terhadap Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan pengukuran pada lokasi pekerjaan berdasarkan dan gambar rencana kerja;
b. Mengkaji ulang jadwal pelaksanaan kerja serta jadwal kebutuhan bahan/material, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan/atau tenaga ahli perseorangan/badan usaha
c. mengajukan kebutuhan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan Tenaga Ahli perseorangan/badan usaha kepada TPK untuk diproses lebih lanjut
Pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan/ Tenaga Ahli perseorangan/badan usaha dilakukan oleh TPK
Pengiriman bahan dapat dilakukan secara bertahap atau keseluruhan, sesuai dengan kebutuhan, lokasi pekerjaan dan kapasitas penyimpanan.
d. Mendatangkan dan mengatur tenaga kerja/tenaga ahli perseorangan/badan usaha untuk melaksanakan kegiatan/pekerjaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan
e. Menyusun laporan tentang penerimaan dan penggunaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan/atau tenaga ahli perseorangan/badan usaha
f. Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (realisasi fisik dan keuangan)
g. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh Tim Pelaksana kepada TPK secara berkala
h. Mencatat pencapaian target fisik pekerjaan setiap hari
i. Penggunaan bahan/material, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan/atau tenaga ahli perseorangan/badan usaha dicatat setiap hari dalam laporan harian
j. Membuat laporan mingguan berdasarkan laporan harian
k. Membuat laporan bulanan berdasarkan laporan mingguan
l. Mendokumentasikan pekerjaan meliputi dokumentasi administrasi dan dokumentasi foto pelaksanaan pekerjaan.
m. Setelah pelaksanaan pekerjaan Swakelola selesai 100% (sasaran akhir pekerjaan telah tercapai), Ketua Tim Pelaksana menyerahkan pekerjaan kepada TPK.

3. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TIM PENGAWAS
a. Melakukan pengawasan/pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen administrasi yaitu dokumentasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
b. Melaksanakan pengawasan teknis terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan, meliputi pengawasan terhadap:
1) bahan meliputi pengadaan, pemakaian dan sisa bahan
2) penggunaan peralatan/suku cadang ini bertujuan untuk menghindari pemborosan biaya sewa (apabila peralatan itu disewa)
3) penggunaan tenaga kerja/ahli agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan
c. Melakukan pengawasan Keuangan terhadap cara pembayaran, serta efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan
d. Setelah melakukan Pengawasan, Tim Pengawas harus melakukan Evaluasi terhadap:
1) pengadaan dan penggunaan bahan
2) pengadaan dan penggunaan tenaga kerja/ahli
3) pengadaan dan penggunaan peralatan/suku cadang
4) realisasi keuangan dan biaya yang diperlukan
5) pelaksanaan fisik
6) hasil kerja setiap jenis pekerjaan

Sedangkan Tugas dan Tanggung Jawab Ketua TPK dalam proses pelaksanaan pekerjaan swakelola ini adalah:
1. Berdasarkan dari laporan Tim Pelaksana, Ketua TPK membuat laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan kepada Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa setiap bulan.
2. Atas Nama TPK, Ketua TPK mengadakan Kontrak dengan Pelaksana Swakelola (Kelompok Masyarakat) dan tenaga kerja/tenaga ahli perseorangan/badan usaha
3. Berdasarkan hasil evaluasi dari Tim Pengawas apabila ditemukan penyimpangan dalam proses pelaksanaan pekerjaan, Ketua TPK harus segera mengambil tindakan yang dianggap perlu

4. Setelah pelaksanaan pekerjaan Swakelola selesai 100% (sasaran akhir pekerjaan telah tercapai), Ketua TPK menyerahkan pekerjaan dan laporan pekerjaan selesai kepada Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa melalui Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan
5. Berdasarkan masukan dari Tim Pengawas, Ketua TPK memberikan masukan dan rekomendasi kepada Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa untuk meningkatkan pelaksanaan pekerjaan Swakelola selanjutnya
6. Tim Perencana, Tim Pelaksana dan Tim Pengawas di bawah Koordinasi dan kendali Ketua TPK, Ketua TPK bertanggung Jawab penuh terhadap proses pelaksanaan pekerjaan Swakelola dari tahap awal yaitu perencanaan sampai dengan selesainya pekerjaan.)

Demikian pembagian tugas pokok dan tanggung jawab Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dalam pelaksanaan pekerjaan swakelola, tulisan di atas rangkuman dari beberapa sumber yang diolah kembali untuk menyesuaikan kondisi/realita di lapangan.

Permasalahan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa

Permasalahan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa

Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ)
Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa kepada Bupati/Walikota rutin dilakukan setiap akhir tahun anggaran, apabila LPJ tersebut belum dibuat atau belum selesai akan mengakibatkan terhambatnya pencairan anggaran tahun berikutnya, sehingga kegiatan-kegiatan yang di biayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak dapat dilaksanakan dan itu juga pasti berimbas dengan belum dibayarnya gaji/penghasilan tetap kepala desa, perangkat desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kepada Bupati/Walikota berupa Peraturan Desa, dimana dalam Peraturan Desa tersebut dilampiri:
a. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran yang sudah berjalan;
b. Laporan Kekayaan Milik Desa; dan
c. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
Di tulisan ini yang akan di bahas adalah pada point a yaitu Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Sebagaimana diketahui pengelolaan keuangan desa mengalami perubahan yang sangat mendasar, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta aturan turunannya secara signifikan merubah sistem pengelolaan keuangan desa. Sebelum penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta aturan turunannya, pemerintah desa dalam mengelola keuangan dan perencanaan pembangunan desa berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa juga telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Perubahan mendasar sebagai mana dijelaskan diatas adalah perihal Belanja Desa, kita coba bandingkan perubahan antara peraturan yang dulu yaitu Permendagri no 37/2007 dan Permendagri no 113/2014

Permendagri no 37/2007 versus Permendagri no 113/2014
Di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 4 ayat (5) Belanja Desa, terdiri dari:
a. Belanja langsung; dan
b. Belanja tidak langsung
Sementara di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 13 ayat (1) menyebutkan Klasifikasi Belanja Desa, terdiri atas kelompok:
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
d. Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
e. Belanja Tak Terduga.

Dilampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 ditegaskan kembali dalam format Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), di format tersebut Kode Rekening angka 2 untuk BELANJA, kemudian di pilah lagi yaitu:
i. kode rekening 2.1 untuk Belanja langsung yang terdiri dari:
– belanja pegawai;
– belanja barang jasa; dan
– belanja Modal.
ii. dan kode rekening 2.2 untuk Belanja tidak langsung terdiri dari:
– belanja pegawai/penghasilan tetap;
– belanja hibah;
– belanja bantuan sosial;
– belanja bantuan keuangan; dan
– belanja tidak terduga.

Sedangkan dilampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang tertuang di format Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tersebut, untuk kode rekening 2 juga untuk BELANJA, kemudian di kode rekening turunannya yaitu:
i. kode rekening 2.1 untuk belanja diBidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dimana di bidang ini juga terdapat belanja barang jasa dan belanja modal.
ii. kode rekening 2.2 untuk belanja diBidang Pelaksanaan Pembangunan Desa, bidang inipun terdapat belanja barang jasa (terdiri dari upah kerja, honor, dst….) dan belanja modal (terdiri dari belanja material seperti semen, pasir, dst…..)
iii. kode rekening 2.3 untuk belanja diBidang Pembinaan Kemasyarakatan, bidang ini hanya terdapat belanja barang jasa
iv. kode rekening 2.4 untuk belanja diBidang Pembinaan Kemasyarakatan bidang ini juga hanya terdapat belanja barang jasa

Belanja Modal
Perbedaan yang sangat mendasar antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 adalah di belanja modal, di peraturan ini untuk pekerjaan contohnya pekerjaan pengerasan jalan, bila berpatokan kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tidaklah rumit dan terlalu sulit, aparatur pemerintah desa dalam hal ini sekretaris desa dan bendahara tinggal mengisi di format APBDes dengan Kode Rekening 2.1.3.3 uraian pembangunan pengerasan jalan dengan nominal/anggaran Rp. 100.000.000,- tanpa harus dirinci dengan upah kerja, honor, dst…., ataupun perincian belanja material seperti semen, pasir, dst….., ini dikarenakan nilai pekerjaan tersebut sudah termasuk bahan material dan upah tukang/pekerja serta kewajiban pajak (PPn dan PPh)

Sementara bila berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014, nilai Rp. 100.000.000,- tersebut harus dirincikan, berapa belanja barang jasanya yg terdiri dari Upah Kerja, Honor dan seterusnya serta juga harus dirincikan belanja modalnya yang terdiri dari harga tanah, pasir, kerikil dan lain sebagainya.

Apabila APBDes yang mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tersebut disusun sebelum kegiatan dilaksanakan tentunya akan mudah membuat laporan pertanggung jawabannya, yang jadi masalah apabila kegiatan tersebut telah dilaksanakan dan menggunakan penyedia jasa, tentunya sangat sulit sekali untuk merincikan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, seperti yang tertuang di format APBDes tersebut.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa “memaksa” pemerintah desa menerapkan pengadaan barang jasa di desa dengan metode swakelola sehingga sesuai dengan format APBDes yang terlampir di Permendagri tersebut. Pengadaan barang jasa di desa berdasarkan Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa memang pada prinsipnya dilaksanakan secara swakelola, tapi juga tidak dilarang menggunakan penyedia jasa sepanjang sesuai kriteria yang telah ditentukan.

Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang sangat mendasar tersebut salah satu faktor paling dominan adalah kesiapan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pemerintah desa harus terus ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan maupun konsultasi perihal pelaporan pertanggung jawaban yang benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terbaru.

Uraian diatas hanya membahas salah satu yang harus dipahami yaitu pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa, Laporan Kekayaan Milik Desa dan Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa juga wajib dibuat dengan benar, sehingga Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran, dapat dipertanggung jawabkan dan menghindarkan permasalahan-permasalahan di kemudian hari.

Contoh Pekerjaan Swakelola Rehabilitasi Jalan Desa

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
TIM PENGELOLA KEGIATAN

Kepada : Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
Dari : Tim Pengelola Kegiatan Desa………
Tanggal :………..
Nomor :……………..
Lampiran : 1 berkas
Perihal : Pelaksanaan Kegiatan Swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan…….

KAJIAN TIM PENGELOLA KEGIATAN DESA………
KEGIATAN SWAKELOLA PEKERJAAN REHABILTASI JALAN…….. DESA…….

1. Pokok Persoalan/Dasar Pemikiran
Laporan lisan maupun secara tertulis dari masyarakat kepada Pemerintah Desa……. dan kami selaku Tim Pengelola Kegiatan (TPK), mengenai jalan Desa yang berada di RT/Dusun……. yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan serta Surat dari Badan Permusyawaratan Desa……. perihal permohonan perbaikan jalan sebagaimana aspirasi dari masyarakat Desa………….

2. Pra Anggapan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunannya mengamanatkan Pemerintahan Desa berkewajiban menggunakan Dana Desa untuk kegiatan-kegiatan fisik seperti infrastruktur jalan Desa.

3. Fakta dan Data
Jalan tersebut dalam keadaanya rusak dan belum diperbaiki.

4. Analisa Permasalahan
Karena belum dilaksanakannya perbaikan jalan tersebut sebagaimana di jelaskan diatas, menyebabkan masyarakat Desa pada khususnya dan masyarakat lain yang menggunakan jalan tersebut menjadi was-was bila melalui jalan tersebut dan ini menyebabkan kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan menjadi terabaikan.

5. Kesimpulan
Jalan yang rusak tersebut segera dilakukan rehabilitasi/perbaikan.

6. Saran Tindak
Memohon kepada Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa untuk memerintahkan kepada Kami selaku Tim Pengelola Kegiatan (TPK) untuk mengelola pekerjaan jalan tersebut, Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Gambar terlampir.

Berdasarkan hasil pertemuan dengan warga perihal sosialisasi pengadaan barang dan jasa di Desa……. dapat kami laporkan ke Kepala Desa bahwa untuk kebutuhan material sebagian tersedia di Desa kita, sedangkan yang tidak tersedia, kami telah melakukan survey ke Desa tetangga dan di Ibukota Kecamatan untuk memenuhi bahan material yang tidak terdapat di desa kita sedangkan untuk tenaga kerja, warga desa kita mau, mampu dan dapat melaksanakan pekerjaan tersebut

Demikian kajian ini kami sampaikan dengan harapan kiranya akan mendapat persetujuan dari Bapak Kepala Desa, dan atas perhatian dan persetujuannya kami haturkan terima kasih.

Tim Pengelola Kegiatan
Ketua

…………………….

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..

Kepada : Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
Dari : Kepala Desa ……………
Tanggal :………..
Nomor :……………..
Perihal : Persetujuan Pelaksanaan Kegiatan Swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan…….

Menindaklanjuti surat saudara perihal Pelaksanaan Kegiatan Swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan……., setelah kami pelajari, kajian dari saudara dapat kami terima dan juga dengan telah disetujuinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 20……… Desa …….. Kecamatan …….. Kabupaten ……… Nomor : ………………. tanggal ………… 2016, yang mana dalam APBDes tersebut terdapat kegiatan pekerjaan dimaksud dan telah tersedianya anggaran untuk mendukung pelaksanaan Pekerjaan tersebut, Kami minta kepada Tim Pengelola Kegiatan Desa …… segera melaksanakan proses Pekerjaan Rehabilitasi Jalan……. tersebut

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, Saudara diminta untuk melaksanakan proses kegiatan tersebut diatas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian disampaikan untuk ditindak lanjuti, atas perhatian dan kerja sama yang baik diucapkan terima kasih.

Kepala Desa ……………..
Selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

………………………

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
TIM PENGELOLA KEGIATAN

Kepada : Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Desa………….
Dari : Tim Pengelola Kegiatan Desa………
Tanggal :………..
Nomor :……………..
Lampiran : 1 berkas
Perihal : Permohonan Pelaksanaan Kegiatan Swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan……

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan…… di Desa …………. Kecamatan………..Kabupaten………….,dengan ini mengharap kesediaan saudara untuk melaksanakan pekerjaan dengan swakelola dengan penjelasan pekerjaan sebagaimana tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) terlampir.

Selanjutnya apabila saudara menyanggupi kegiatan dimaksud, dimohon kepada saudara untuk segera memberikan jawaban kepada kami selambat-lambatnya tanggal ….. Pekerjaan diatas dibebankan pada anggaran APBDes ……… Tahun Anggaran ……… untuk kegiatan ……… kode rekening ……….

Demikian disampaikan dan atas perhatian dan tindak lanjutnya diucapkan terima kasih.

Tim Pengelola Kegiatan
Ketua

…………………….

Tembusan :
1. Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)

Kepada : Tim Pengelola Kegiatan Desa………
Dari : Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Desa………….
Tanggal :………..
Perihal : Kesanggupan Melaksanakan Kegiatan Swakelola Pekerjaan Rehabilitasi Jalan……

Berdasarkan surat saudara Nomor……….. tanggal…………. perihal …….dengan ini kami menyatakan sanggup melaksanakan pekerjaan di maksud sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar rencana serta sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Demikian surat kesanggupan ini kami buat dengan sebenarnya dan tanpa tekanan, untuk menjadikan bahan lebih lanjut, dan atas kepercayaannya diucapkan terima kasih.

KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)….
Ketua,

………………….

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
TIM PENGELOLA KEGIATAN

Kepada : Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Desa………….
Dari : Tim Pengelola Kegiatan Desa………
Tanggal :………..
Nomor :……………..
Perihal : Undangan Penjelasan Pekerjaan

Menindaklanjuti surat saudara tentang Kesanggupan Melaksanakan Kegiatan Swakelola Pekerjaan…………….., Kami mengundang saudara bersama orang-orang di Kelompok Usaha Bersama (KUBE) untuk menjelaskan secara teknis maupun administrasi yang harus dipenuhi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan swakelola tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kami mengundang dan mengharapkan kehadiran saudara pada :
hari/tanggal :…………………
pukul : ………………
bertempat di : ………………..
Perihal : penjelasan pekerjaan.

Demikian disampaikan atas perhatian dan kesediaannya diucapkan terima kasih.

Tim Pengelola Kegiatan
Ketua

…………………….

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
TIM PENGELOLA KEGIATAN

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN
Nomor :………………………

Pada hari ini………………..…, tanggal…………., bulan……………,tahun……………, pukul……….WIB bertempat di aula desa………… telah diadakan rapat teknis penjelasan pekerjaan kepada Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang diundang (daftar hadir terlampir) untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, rapat ini dipimpin oleh:
Nama:………………..
Jabatan: Ketua Tim Pengelola Kegiatan

Adapaun hasil rapat penjelasan ini membahas:
a. Tanggapan Atas Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan)
b. Lingkup Pekerjaan
c. Jangka Waktu Penyelesaian Pekerjaan
d. Sumber Dana
e. Cara Pembayaran
f. Teknis Pekerjaan
g. Pengawasan Pekerjaan
h. Dokumen-dokumen administrasi yang diperlukan
i. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendukung pekerjaan dimaksud
j. Dll

Pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka dari hasil penjelasan tersebut adalah:
1.
2.
3.
Jawaban-jawaban atas pertanyaan:
1.
2.
3.

Penjelasan tambahan, perubahan atas Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) adalah sebagai berikut:
1. syarat syarat administrasi
2. syarat syarat teknis
3. lain-lain.

Setelah selesai penjelasan, kemudian akan dilanjutkan dengan peninjauan lokasi perencanaan kegiatan/pekerjaan.

Dari hasil diskusi dan Tanya jawab dapat disimpulkan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang akan melaksanakan pekerjaan dimaksud telah cukup memahami perihal teknis dan administrasi pekerjaan dimaksud.

Undangan lain yang hadir dalam rapat penjelasan pekerjaan adalah:
1. Kepala Desa……… ( sebagai Perwakilan Pemerintah Desa)
2. Ketua BPD…………..( sebagai Perwakilan Masyarakat Desa )

Demikian Berita Acara Penjelasan ini dibuat dengan sebenarnya dan ditandatangani bersama wakil dari Kelompok Usaha Bersama (KUBE) serta Tim Pengelola Kegiatan Desa.

KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)….
Ketua,

………………….

Tim Pengelola Kegiatan
Ketua

…………………….

PEMERINTAH DESA ………………
KECAMATAN ……………………
KABUPATEN / KOTA……………………..
TIM PENGELOLA KEGIATAN

SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA KEGIATAN SWAKELOLA
PELAKSANAAN PEKERJAAN………………….
Nomor:……………………….

Pada hari ini …….., tanggal ……. bulan …………. tahun ……….., kami yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : …………………
Jabatan : Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
Alamat : ……………………………………
yang untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA maka dengan ini mengadakan ikatan kerjasama dengan:
Nama : …………………
Jabatan : Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Alamat : ……………………………………
dalam hal ini bertindak atas nama Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

Dengan ini keduabelah pihak sepakat untuk mengadakan Surat Perjanjian Kerjasama, dalam rangka pelaksanaan pekerjaan …………….. dengan ketentuan- ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1
KETENTUAN UMUM
(1) Yang dimaksud dengan Surat Perjanjian Kerja Sama ini adalah perjanjian dimana PIHAK PERTAMA mengikat PIHAK KEDUA sebagaimana pula PIHAK KEDUA telah sepakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Surat Perintah Kerja Sama ini.
(2) Surat Perintah Kerja Sama ini ditandatangani berdasarkan kesepakatan PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tanpa ada unsur paksaan.

Pasal 2
TUGAS DAN RUANG LINGKUP
PIHAK PERTAMA mengadakan kerjasama dengan PIHAK KEDUA, dengan lingkup pekerjaan sebagai berikut :
a. ……………………………………………………………………..
b. ………………………………………………………………..

Pasal 3
DASAR PELAKSANAAN
(1) Pelaksanaan Surat Perintah Kerja Sama ini didasarkan pada:
a. Peraturan Kepala LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa
b. Peraturan Bupati Nomor……. Tahun…… Tentang Pengadaan Barang Jasa di Desa

(2) Apabila tidak terdapat ketidaksesuaian antara dokumen yang satu dengan yang lain, maka masing-masing mempunyai kekutan hukum dengan urutan sebagai berikut:
a. Surat Perjanjian Kerjasama;
b. Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan);
c. Surat Kesanggupan Pelaksanaan Swakelola;
d. Jadwal Waktu Pelaksanaan Pekerjaan.

Pasal 4
PERENCANAAN PEKERJAAN
Perencanaan tahapan pekerjaan yang akan dilaksanakan PIHAK KEDUA harus dengan persetujuan PIHAK PERTAMA.

Pasal 5
PENGAWASAN PEKERJAAN
Pengawasan pekerjaan kewenangan penuh PIHAK PERTAMA.

Pasal 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
(1) Pelaksanaan Pekerjaan tersebut diatas dilaksanakan selama………….bulan terhitung sejak tanggal ditandatanganinya Surat Perjanjian Kerjasama ini sampai dengan terselesaikannya seluruh pekerjaan sebagaimana dituangkan dalam berita acara serah terima pekerjaan.
(2) Perpanjangan waktu hubungan kerja setelah berakhirnya Surat Perjanjian Kerjasama ini, hanya dapat diadakan sesuai dengan kebutuhan PIHAK PERTAMA.

Pasal 7
KERAHASIAAN
PIHAK KEDUA dilarang menyebarluaskan informasi tentang kegiatan / pekerjaan…………………. tanpa seijin PIHAK PERTAMA, selama terkait dalam perjanjian kerja maupun setelah habis masa perjanjian kerja.

Pasal 8
HAK DAN KEWAJIBAN
(1) PIHAK KEDUA mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Melaksanakan pekerjaan dengan sebaik–baiknya dan penuh tanggung jawab.
b. Melakukan segala proses pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundangan.
c. Menyusun Kerangka Kerja Teknis yang didasarkan pada Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan) yang disusun PIHAK PERTAMA
d. Melaksanakan seluruh kegiatan sebagaimana terdapat pada KAK (ruang lingkup dan tahapan pekerjaan)
e. Membuat pertanggungjawaban pekerjaan secara administrasi maupun keuangan sesuai progres pekerjaan.
f. Membuat laporan hasil pekerjaan.
g. Mengembalikan sisa anggaran yang tidak dibelanjakan dan atau tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh PIHAK KEDUA.
h. ………………………..( dapat ditambahkan sesuai keperluan dalam pelaksanaan pekerjaan ini)
i. Dan seterusnya………

(2) PIHAK KEDUA dapat memperoleh haknya sebagai berikut:
a. Menerima alokasi biaya pekerjaan berdasarkan prinsip uang yang harus dipertanggung jawabkan (UYHD) yang besarannya merupakan biaya maksimal pekerjaan.
b. Merancang kebutuhan tenaga dan bahan yang proses pengadaannya didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
c. ………………………..(dapat ditambahkan sesuai keperluan dalam pelaksanaan pekerjaan ini)
d. Dan seterusnya………

(3) PIHAK PERTAMA mempunyai hak sebagai berikut:
a. Mendapatkan laporan pertanggungjawaban pekerjaan secara menyeluruh setelah pelaksanaan pekerjaan.
b. Menerima kembali sisa anggaran yang tidak dibelanjakan dan atau tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh PIHAK KEDUA.
c. ………………………..( dapat ditambahkan sesuai keperluan dalam pelaksanaan pekerjaan ini)
d. Dan seterusnya………

(4) PIHAK PERTAMA mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Term Of Reference (TOR) yang didalamnya memuat/berisi gambaran tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek (kegiatan), yang akan menjadi dasar penyusunan Kerangka Kerja Teknis PIHAK KEDUA
b. Mengoreksi pertanggungjawaban pekerjaan secara administrasi maupun keuangan sesuai progres pekerjaan yang diserahkan oleh PIHAK KEDUA.
c. Melakukan pembayaran berdasarkan prinsip uang yang harus dipertanggung jawabkan (UYHD) atas biaya pelaksanaan pekerjaan ke pada PIHAK KEDUA sebesar-besarnya sesuai dengan RAB atau sebesar biaya yang diajukan oleh PIHAK KEDUA
d. ………………………..( dapat ditambahkan sesuai keperluan dalam pelaksanaan pekerjaan ini)
e. Dan seterusnya………

Pasal 9
ATURAN PEMBAYARAN
(1) Pembiayaan pelaksanaan pekerjaan oleh PIHAK KESATU kepada PIHAK KEDUA dilakukan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PIHAK KESATU menyerahkan seluruh atau 100% (seratus Persen) dari total biaya pelaksanaan pekerjaan berdasarkan perhitungan anggaran bulanan yang telah disepakati sebagai mana tertuang dalam Rencana Anggaran Biaya.
(3) Besaran biaya pelaksanaan pekerjaan sebesar-besarnya (maksimal) sebesar Rp. ………………….. (…………………………).
(4) Penyerahan biaya pelaksanaan pekerjaan kepada PIHAK KEDUA harus sudah dilakukan oleh PIHAK PERTAMA selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak pengajuan permohonan dari PIHAK KEDUA.

Pasal 10
PERTANGGUNGJAWABAN PEKERJAAN
(1) Pertangung jawaban pekerjaan secara administrasi dan keuangan dilakukan oleh PIHAK KEDUA secara periodik berdasarkan tahapan pekerjaan.
(2) Pertangungjawaban pekerjaan minimal dilaksanakan sebanyak dua kali pada:
a. Progres/Kemajuan pekerjaan mencapai 50% (lima puluh persen)
b. Progres/Kemajuan pekerjaan mencapai 100% (seratus persen)
(3) Apabila terjadi kekurangan, kekeliruan dan kekurang tertib administrasi penyempurnaan dan pembenahanya menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.

Pasal 11
PEMBATALAN SURAT PERJANJIAN
(1) PIHAK PERTAMA berhak membatalkan surat perjanjian kerjasama ini secara sepihak apabila PIHAK KEDUA:
a. Didalam jangka waktu 1 (satu) bulan berturut turut terhitung dari tanggal ditandatangani surat perjanjian kerjasama ini, tidak atau belum memulai tugas pekerjaannya.
b. Atas permintaan sendiri oleh PIHAK KEDUA dengan pemberitahuan selambat- lambatnya 1 (satu) bulan sebelumnya dan wajib menyerahkan semua pekerjaan yang selama ini ditangani.

Pasal 12
PERSELISIHAN
(1) Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA perselisihan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
(2) Jika tidak mendapatkan penyelesaian yang layak dan memuaskan kedua belah pihak maka akan diselesaikan oleh suatu Komisi Arbitrase yang terdiri dari 3(tiga) anggota:
a. Seorang wakil dari PIHAK PERTAMA
b. Seorang wakil dari PIHAK KEDUA
c. Seorang ahli yang dipilih dan disetujui oleh kedua belah pihak
(3) Pada tingkat terakhir bilamana keputusan komisi tidak memuaskan kedua belah pihak, maka persengketaan tersebut diserahkan kepada Pengadilan Negeri…. (P.Bun)

Pasal 13
PENUTUP
(1) Surat Perjanjian Kerja Sama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua), masing-masing dibubuhi meterai secukupnya, yang keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dan untuk keperluan administrasi dibuat rekaman dalam rangkap ……. (………).
(2) Hal-hal yang belum tercantum dalam Surat Perintah Kerja Sama ini seperti denda atas keterlambatan pekerjaan, Sanksi dan lainnya akan diatur lebih lanjut dan ditambah seperlunya oleh PIHAK PERTAMA.

KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)….
Ketua,

materai

………………….(nama lengkap)

Tim Pengelola Kegiatan
Ketua

………………….(nama lengkap)

Surat Perjanjian Kerjasama TPK

PEMERINTAH DESA …………………..
KECAMATAN …………………….
KABUPATEN ……………………………………
TIM PENGELOLA KEGIATAN (TPK) DESA ………………..

SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
Nomor : ……………………………

Pada hari ini ………. tanggal ……………… bulan ………… tahun ………………. bertempat di Kantor Desa ………… kami yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama: ……………………

Jabatan: Ketua Tim Pengelola Kegiatan ………….(nama pekerjaan)

Alamat: Desa …………….. Kecamatan ……….
Selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA

2. Nama: ……………………

Jabatan: Direktur CV. …………………..

Alamat: ……………..……….
Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

Untuk selanjutnya PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selanjutnya disebut PARA PIHAK.

Bahwa PARA PIHAK telah sepakat dan setuju untuk mengadakan perjanjian, dengan ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1
RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Ruang lingkup pekerjaan dalam perjanjian ini adalah Pekerjaan Konstruksi ………….(nama pekerjaan)

Pasal 2
NILAI PEKERJAAN dan CARA PEMBAYARAN

(1) Nilai pekerjaan yang disepakati untuk penyelesaian pekerjaan dalam perjanjian ini adalah sebesar Rp. ………………,- (…………………..) termasuk pajak dan bea materai.

(2) PIHAK KEDUA dapat diberikan uang muka sebesar Rp. ……………..,- (……………….) untuk pembelian bahan baku (material) yang diperlukan untuk mendukung pekerjaan tersebut, kekurangan pembayaran setelah dipotong/dikurangi uang muka yaitu sebesar Rp. ………….,- (…………………) termasuk pajak-pajak dilakukan sekaligus oleh PIHAK PERTAMA setelah PIHAK KEDUA menyerahkan seluruh pekerjaan di tempat penyerahan yang telah ditentukan, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan oleh PIHAK PERTAMA.

(3) Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah PIHAK KEDUA menyerahkan bukti pembelian bahan material baik berupa kuitansi maupun nota yang total harga bahan material tersebut sesuai dengan jumlah uang muka yang akan diberikan, dan bahan meterial tersebut telah ada di lokasi kegiatan.

(4) Pembayaran dilakukan melalui rekening Bank PIHAK KEDUA atas nama. CV. ……………/……… (nama direktur pemilik rekening) ataupun secara tunai disertai dengan bukti pembayaran (kuitansi) dengan disaksikan dan ditandatangani pihak dari PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA serta minimal satu orang saksi yang turut mengetahui proses pembayaran tersebut.

(5) Pajak-pajak yang timbul sehubungan dengan Surat Perjanjian Kerjasama ini akan menjadi beban PIHAK KEDUA.

Pasal 3
HAK DAN KEWAJIBAN

(1) PIHAK PERTAMA berhak mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA.

(2) PIHAK PERTAMA berhak meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.

(3) PIHAK PERTAMA berhak menerima hasil pekerjaan tepat pada waktunya

(4) PIHAK PERTAMA berkewajiban membayar biaya penyelesaian pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(5) PIHAK PERTAMA berkewajiban memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh PIHAK KEDUA untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(6) PIHAK KEDUA berhak atas pembayaran untuk penyelesaian pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(7) PIHAK KEDUA berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari PIHAK PERTAMA untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(8) PIHAK KEDUA berkewajiban melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PIHAK PERTAMA.

(9) PIHAK KEDUA berkewajiban melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(10) PIHAK KEDUA berkewajiban melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara cermat, akurat dan penuh tanggung jawab dengan menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan, angkutan ke atau dari lapangan, dan segala pekerjaan permanen maupun sementara yang diperlukan untuk pelaksanaan, penyelesaian dan perbaikan pekerjaan yang dirinci dalam Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(11) PIHAK KEDUA berkewajiban memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan PIHAK PERTAMA.

(12) PIHAK KEDUA berkewajiban menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam Pasal 4 Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(13) PIHAK KEDUA berkewajiban mengambil langkah-langkah yang cukup memadai untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan PIHAK KEDUA.

(14) PIHAK KEDUA berkewajiban untuk melindungi, membebaskan, dan menanggung tanpa batas PIHAK PERTAMA beserta Pemerintah Desanya terhadap semua bentuk tuntutan, tanggung jawab, kewajiban, kehilangan, kerugian, denda, gugatan atau tuntutan hukum, proses pemeriksaan hukum, dan biaya yang dikenakan terhadap PIHAK PERTAMA beserta instansinya (kecuali kerugian yang mendasari tuntutan tersebut disebabkan kesalahan atau kelalaian berat PIHAK PERTAMA) sehubungan dengan klaim yang timbul dari hal-hal berikut terhitung sejak Surat Perjanjian Kerjasama ini ditanda tangani sampai dengan tanggal penandatanganan berita acara penyerahan akhir, yaitu:
1. kehilangan atau kerusakan peralatan dan harta benda PIHAK KEDUA, dan Personil;
2. cidera tubuh, sakit atau kematian Personil;
3. kehilangan atau kerusakan harta benda, dan cidera tubuh, sakit atau kematian pihak ketiga;

Pasal 4
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN

Jangka waktu untuk menyelesaikan pekerjaan adalah ….. (…….) hari kalender terhitung mulai tanggal ……….(tgl-bln-thn) sampai dengan ……….(tgl-bln-thn) sehingga pekerjaan paling lambat harus selesai dan diserahkan pada tanggal ……….(tgl-bln-thn) (waktunya sama dengan tgl bln tahun selesai pekerjaan)

Pasal 5
FORCE MAJEURE/ KEADAAN MEMAKSA (KAHAR)

(1) Yang dimaksud dengan force majeure adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kemampuan PARA PIHAK yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya. Contohnya gempa bumi, banjir besar dan bencana alam lainnya, kebakaran, perang, huru-hara, sabotase dan keadaan darurat lainnya

(2) Apabila terjadi keadaan force majeure sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, maka PARA PIHAK terbebas dari kewajiban yang harus dilaksanakan

(3) Untuk dapat terbebas dari kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sejak force majeure, PIHAK KEDUA wajib memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA dengan menyertakan Pernyataan Keadaan Kahar dari Pejabat yang Berwenang guna mendapat pertimbangan sebagaimana mestinya.

Pasal 6
PEMBATALAN/PEMUTUSAN PERJANJIAN

(1) PIHAK PERTAMA mempunyai hak untuk membatalkan/memutuskan Surat Perjanjian Kerjasama ini apabila PIHAK KEDUA cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(2) PIHAK KEDUA dilarang menyerahkan atau melimpahkan sebagian/seluruh tugas pekerjaan tersebut kepada PIHAK LAIN tanpa persetujuan PIHAK PERTAMA.

(3) Dengan membatalkan/memutuskan Surat Perjanjian ini, maka semua pekerjaan yang telah selesai dan bahan material yang berada di lokasi pekerjaan menjadi milik PIHAK PERTAMA.

Pasal 7
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

(1) Bila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA maka kedua belah pihak menyelesaikan perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui: abitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan yang disepakati kedua belah pihak yaitu Pengadilan Negeri…………… (Pangkalan Bun).

(3) Segala biaya yang ditimbulkan akibat terjadinya perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas, ditanggung oleh PARA PIHAK.

(4) Proses penyelesaian perselisihan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh PIHAK KEDUA untuk menunda pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Pasal 8
SANKSI & DENDA

Apabila penyelesaian pekerjaan melebihi batas waktu yang disepakati maka PIHAK KEDUA harus membayar denda sebesar 5 % dari nilai pekerjaan dengan nominal sebesar Rp. ………………….,- (……………………). Dan apabila pekerjaan masih juga belum selesai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender semenjak di kenakan denda, PIHAK PERTAMA dapat memberhentikan pekerjaan dan menunjuk penyedia lain yang dianggap mampu untuk melaksanakan pekerjaan lanjutan.

Pasal 9
KETENTUAN PENUTUP

(1) PIHAK KEDUA yang berwenang menandatangani Surat Perjanjian Kerjasama ini atas nama penyedia adalah Direksi yang disebutkan namanya dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar, yang telah didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pihak lain yang bukan Direksi atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menandatangani kontrak, sepanjang mendapat kuasa/pendelegasian wewenang yang sah dari Direksi atau pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menanda-tangani Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(3) Surat Perjanjian Kerjasama ini dinyatakan sah dan mengikat kedua belah pihak, serta mulai berlaku sejak tanggal di tandatangani Surat Perjanjian Kerjasama ini

(4) Surat Perjanjian Kerjasama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) asli, bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) untuk masing-masing pihak dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

(5) PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA wajib memeriksa konsep Surat Perjanjian Kerjasama ini, yang meliputi substansi, bahasa, redaksional, angka dan huruf serta membubuhkan paraf pada setiap lembar Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(6) Perubahan rancangan surat perjanjian kerjasama ini, spesifikasi teknis, gambar dan/atau nilai total Pekerjaan, harus mendapatkan persetujuan PIHAK PERTAMA sebelum dituangkan dalam Adendum Surat Perjanjian Kerjasama ini.

(7) Hal-hal yang ada hubungan dengan Surat Perjanjian Kerjasama ini dan belum cukup diatur dalam pasal-pasal Surat Perjanjian Kerjasama ini akan ditentukan lebih lanjut oleh kedua belah pihak secara musyawarah dan mufakat dalam surat perjanjian tambahan/adendum dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

Ditandatangani untuk dan atas nama:

PIHAK KEDUA, PIHAK PERTAMA,

…………..(Nama Ketua TPK) …………..(Nama direktur Badan Usaha)

Mengetahui
Kepala Desa …………
Selaku
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa

………………………….

CATATAN:
Isi dari surat perjanjian diatas hanya sebagai contoh, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dapat menambahkan Pasal ataupun Ayat tambahan.

Seperti di Pasal 2 yaitu NILAI PEKERJAAN dan CARA PEMBAYARAN, cara pembayaran bisa secara bertahap (termyn) sesuai kemajuan pekerjaan, Pihak Kedua juga bisa menolak bila tidak menginginkan Uang Muka

Untuk Pasal 3 yaitu HAK dan KEWAJIBAN, PIHAK KEDUA dapat meminta kepada PIHAK PERTAMA Fasilitas-fasilitas untuk mendukung kegiatan atau pekerjaan dimaksud, contohnya PIHAK KEDUA meminta Fasilitas gudang untuk menyimpan bahan material, Pihak Kedua juga dapat meminta kepada PIHAK PERTAMA fasilitas listrik dan air untuk menunjang kegiatan, tapi itu semua harus mendapatkan persetujuan dari PIHAK PERTAMA, apabila Pihak Pertama tidak menyetujui, maka Pihak Kedua tidak mendapatkan fasilitas tersebut.

Pasal 8 SANKSI & DENDA, yang tertulis diatas (yaitu 5% dari nilai pekerjaan) dapat dirubah dengan ketentuan Jika pekerjaan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu pelaksanaan pekerjaan karena kesalahan atau kelalaian penyedia maka PIHAK KEDUA berkewajiban untuk membayar denda kepada PIHAK PERTAMA sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari nilai pekerjaan yang tertuang dalam Surat Perjanjian kerjasama ini, sebelum PPN setiap hari kalender keterlambatan, dan Pasal-Pasal lainnya dapat menyesuaikan atau ditambahkan ketentuan-ketentuan lain sepanjang disetujui kedua belah pihak.

Surat perjanjian diatas adalah contoh dari pekerjaan konstruksi, sementara Surat Perjanjian untuk pengadaan barang, contohnya pengadaan mobil ataupun kendaraan roda 2, tentunya berbeda dengan contoh diatas, begitu pula surat perjanjian untuk jasa konsultansi dan jasa lainnya, dan yang harus dipahami, surat perjanjian pekerjaan swakelola tentu berbeda walaupun sama-sama pekerjaan konstruksi.

Pemahaman TPK dalam pembuatan surat perjanjian/kontrak ini sangat diperlukan karena Surat perjanjian kerjasama ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila dikemudian hari terjadi permasalahan, kedua belah pihak harus mentaati kesepakatan yang tertuang dalam surat perjanjian ini.

Pembentukan dan Tugas Tim Pengelola Kegiatan (TPK)

Pembentukan dan Tugas Tim Pengelola Kegiatan (TPK)

Di tulisan terdahulu yang berjudul “Susunan Keanggotaan Tim Pengelola Kegiatan (TPK)” dijelaskan perihal kewenangan Kepala Desa untuk menetapkan anggota TPK sesuai Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang berbunyi “Tim Pengelola Kegiatan yang selanjutnya disingkat TPK adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Surat Keputusan, terdiri dari unsur Pemerintah Desa dan unsur lembaga kemasyarakatan desa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa”. Penetapan orang-orang yang ditunjuk menjadi TPK adalah hak dan kewenangan penuh dari Kepala Desa, tetapi alangkah baiknya sebelum menunjuk orang-orang yang duduk di TPK, Kepala Desa mengadakan pertemuan dengan cara mengundang semua unsur di masyarakat untuk ikut urun rembug dan terlibat dalam pengambilan keputusan serta memberi kesempatan dan peluang kepada masyarakat untuk dapat dipilih menjadi anggota TPK (baik itu unsur perangkat desa ataupun dari unsur masyarakat) dengan kriteria-kriteria khusus sehingga orang-orang yang duduk di TPK memang benar-benar memenuhi kriteria-kriteria yang dimaksud serta mempunyai kualitas dan kapabilitas sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya mendapatkan kepercayaan masyarakat desa itu sendiri.

Kriteria-kriteria untuk dapat dapat menduduki dan dipilih menjadi anggota TPK adalah sebagai berikut:
1. Orang yang duduk dalam TPK adalah anggota masyarakat ataupun perangkat desa yang mempunyai integritas, jujur dan tidak mempunyai kepentingan pribadi.
2. Anggota TPK minimal harus mampu membaca, menulis dan berhitung.
3. Anggota TPK harus mempunyai pengetahuan teknis minimal tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan.
4. Dan lain-lain
Kepala Desa juga harus memberikan kesempatan dan peluang kepada kaum wanita untuk dapat duduk di keanggotaan TPK, sehingga tidak ada diskriminasi gender dan tentunya harus sesuai dengan kriteria-kriteria seperti disebutkan diatas. Hasil dari pertemuan perihal pembentukan TPK dituangkan kedalam Berita Acara Pembentukan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang di dalamnya memuat nama-nama anggota dan kedudukan dalam TPK (Ketua, Sekretaris dan Anggota)

Selanjutnya di Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, disebutkan tugas dari TPK yaitu:
1. Menyusun rencana pelaksanaan pengadaan
2. Melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
3. Membeli barang/jasa kepada Penyedia Barang/Jasa atau Mengadakan perikatan dengan pihak penyedia barang/jasa yang dituangkan dalam surat perjanjian
4. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan barang/jasa kepada Kepala Desa
5. Dan lain-lain

Di point 5 yang berbunyi “dan lain-lain” kepala desa dapat menambahkan tugas TPK di Surat Keputusan Penetapan Anggota TPK dan penambahan tugas ini juga dapat di sebutkan di Peraturan Bupati/Walikota tentang Pengadaan Barang Jasa di Desa, antara lain:
1. Bersama Kepala Desa, TPK dapat mengevaluasi dan menetapkan rencana pengadaan barang jasa yang tercantum dalam APBDes;
2. Melakukan pengecekan/survey harga di toko/pemasok/penyedia yang ada di desa yang bersangkutan, bila di desa tersebut tidak ada toko/pemasok/penyedia, survey dilakukan di ibukota Kecamatan dimana Desa tersebut berada (apabila di Desa tersebut terdapat lebih dari 1 penyedia, TPK melakukan survey minimal ke 2 toko/pemasok/penyedia untuk memberi kesempatan yang sama dan adanya kompetisi kepada toko/pemasok/penyedia untuk dapat menjadi penyedia barang/jasa ;
3. Menyiapkan dan menyepakati daftar barang/jasa dan pekerjaan yang akan diadakan dan sekaligus menyiapkan spesifikasi teknisnya;
4. Melakukan pertemuan dengan warga masyarakat untuk mensosialisasikan rencana pengadaan barang/jasa. Dalam pertemuan ini, TPK menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
a) membuka kesempatan apabila ada masyarakat yang ingin menyumbangkan barang dan jasa secara sukarela untuk kegiatan dimaksud;
b) menawarkan kepada masyarakat untuk menjadi penyedia barang apabila ada diantara mereka mempunyai barang yang diperlukan untuk mendukung kegiatan, tentunya barang tersebut harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan harga tidak melebihi dari harga yang telah ditetapkan oleh TPK;
c) menawarkan kepada masyarakat untuk menjadi penyedia jasa tenaga kerja yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dikerjakan, misalkan pekerjaan Las, TPK harus memprioritaskan apabila ada masyarakat yang mempunyai keahlian tersebut, tentunya juga harus sesuai dengan upah yang telah ditetapkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB);
d) menyampaikan kepada masyarakat, bahwa pengadaan barang jasa di Desa akan menggunakan metode swakelola ataupun menggunakan Penyedia Jasa, apabila menggunakan Penyedia Jasa (Perorangan ataupun Badan Usaha), TPK menjelaskan alasan-alasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan alasan alasan yang logis lainnya, mengapa dalam kegiatan tersebut menggunakan Penyedia Jasa (Perorangan ataupun Badan Usaha)

5. TPK Membuat rencana pemaketan pekerjaan berdasarkan (Jenis barang/jasa dan ketersediaan penyedia barang/jasa) dan jadwal rencana pelaksanaan pengadaan barang dan jasa;
6. Memasang pengumuman di tempat strategis dalam lingkup desa (kantor desa, poskamling, dan tempat-tempat strategis lainnya);
7. Menyiapkan daftar toko/pemasok/penyedia jasa/kontraktor yang akan diundang mengikuti proses pengadaan yang jumlahnya cukup untuk menjamin adanya kompetisi minimal 2 (dua) toko/pemasok/penyedia jasa;
8. Menyiapkan dan mengirimkan Surat Permintaan Penawaran untuk Toko / Pemasok / Penyedia Jasa yang akan diundang;
9. Menerima surat penawaran, mengevaluasi dan menetapkan calon pemenang.

Dilibatkannya masyarakat setempat dalam proses / tahapan-tahapan dari mulai undangan pembentukan TPK sampai dengan tugas-tugas TPK, dimaksudkan agar masyarakat terlibat langsung/berparisipasi dalam proses pembangunan di Desa melalui pengadaan barang dan jasa. Kita sepakat pembangunan desa harus menuju pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan dapat berjalan bila ada partisipasi, prasyarat untuk dapat berpartisipasi adalah KESEMPATAN, KEMAUAN dan KEMAMPUAN. Dengan partisipasi dan berperan serta di sini bukan berarti masyarakat itu hanya berfungsi untuk memberikan dukungan dan keikutsertaan dalam proses pembangunan, tetapi juga menikmati hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan. Partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan merupakan hal terpenting dalam pemberdayaan.

Melibatkan masyarakat agar berpartisipasi dalam pengadaan barang jasa di desa seperti disebutkan diatas dimaksudkan agar mereka mengetahui masalah dan cara pemecahannya sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mereka. Sehingga mereka dapat dengan segera mengambil keputusan bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka ketahui dan mereka buat. Pembangunan di desa juga merupakan pembangunan masyarakat desa, dan itu merupakan gerakan pembangunan yang didasarkan atas peranserta/ partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas maka kesadaran, peranserta dan swadaya masyarakat perlu ditingkatkan dalam setiap proses pembangunan di desa, dalam hal ini pengadaan barang jasa di desa, agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan itu akan dirasakan sebagai suatu kewajiban bersama.