Permasalahan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa

Permasalahan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa

Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ)
Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa kepada Bupati/Walikota rutin dilakukan setiap akhir tahun anggaran, apabila LPJ tersebut belum dibuat atau belum selesai akan mengakibatkan terhambatnya pencairan anggaran tahun berikutnya, sehingga kegiatan-kegiatan yang di biayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak dapat dilaksanakan dan itu juga pasti berimbas dengan belum dibayarnya gaji/penghasilan tetap kepala desa, perangkat desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kepada Bupati/Walikota berupa Peraturan Desa, dimana dalam Peraturan Desa tersebut dilampiri:
a. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran yang sudah berjalan;
b. Laporan Kekayaan Milik Desa; dan
c. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
Di tulisan ini yang akan di bahas adalah pada point a yaitu Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Sebagaimana diketahui pengelolaan keuangan desa mengalami perubahan yang sangat mendasar, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta aturan turunannya secara signifikan merubah sistem pengelolaan keuangan desa. Sebelum penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa beserta aturan turunannya, pemerintah desa dalam mengelola keuangan dan perencanaan pembangunan desa berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa juga telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Perubahan mendasar sebagai mana dijelaskan diatas adalah perihal Belanja Desa, kita coba bandingkan perubahan antara peraturan yang dulu yaitu Permendagri no 37/2007 dan Permendagri no 113/2014

Permendagri no 37/2007 versus Permendagri no 113/2014
Di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 4 ayat (5) Belanja Desa, terdiri dari:
a. Belanja langsung; dan
b. Belanja tidak langsung
Sementara di Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 13 ayat (1) menyebutkan Klasifikasi Belanja Desa, terdiri atas kelompok:
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
d. Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
e. Belanja Tak Terduga.

Dilampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 ditegaskan kembali dalam format Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), di format tersebut Kode Rekening angka 2 untuk BELANJA, kemudian di pilah lagi yaitu:
i. kode rekening 2.1 untuk Belanja langsung yang terdiri dari:
– belanja pegawai;
– belanja barang jasa; dan
– belanja Modal.
ii. dan kode rekening 2.2 untuk Belanja tidak langsung terdiri dari:
– belanja pegawai/penghasilan tetap;
– belanja hibah;
– belanja bantuan sosial;
– belanja bantuan keuangan; dan
– belanja tidak terduga.

Sedangkan dilampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang tertuang di format Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tersebut, untuk kode rekening 2 juga untuk BELANJA, kemudian di kode rekening turunannya yaitu:
i. kode rekening 2.1 untuk belanja diBidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dimana di bidang ini juga terdapat belanja barang jasa dan belanja modal.
ii. kode rekening 2.2 untuk belanja diBidang Pelaksanaan Pembangunan Desa, bidang inipun terdapat belanja barang jasa (terdiri dari upah kerja, honor, dst….) dan belanja modal (terdiri dari belanja material seperti semen, pasir, dst…..)
iii. kode rekening 2.3 untuk belanja diBidang Pembinaan Kemasyarakatan, bidang ini hanya terdapat belanja barang jasa
iv. kode rekening 2.4 untuk belanja diBidang Pembinaan Kemasyarakatan bidang ini juga hanya terdapat belanja barang jasa

Belanja Modal
Perbedaan yang sangat mendasar antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 adalah di belanja modal, di peraturan ini untuk pekerjaan contohnya pekerjaan pengerasan jalan, bila berpatokan kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tidaklah rumit dan terlalu sulit, aparatur pemerintah desa dalam hal ini sekretaris desa dan bendahara tinggal mengisi di format APBDes dengan Kode Rekening 2.1.3.3 uraian pembangunan pengerasan jalan dengan nominal/anggaran Rp. 100.000.000,- tanpa harus dirinci dengan upah kerja, honor, dst…., ataupun perincian belanja material seperti semen, pasir, dst….., ini dikarenakan nilai pekerjaan tersebut sudah termasuk bahan material dan upah tukang/pekerja serta kewajiban pajak (PPn dan PPh)

Sementara bila berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014, nilai Rp. 100.000.000,- tersebut harus dirincikan, berapa belanja barang jasanya yg terdiri dari Upah Kerja, Honor dan seterusnya serta juga harus dirincikan belanja modalnya yang terdiri dari harga tanah, pasir, kerikil dan lain sebagainya.

Apabila APBDes yang mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tersebut disusun sebelum kegiatan dilaksanakan tentunya akan mudah membuat laporan pertanggung jawabannya, yang jadi masalah apabila kegiatan tersebut telah dilaksanakan dan menggunakan penyedia jasa, tentunya sangat sulit sekali untuk merincikan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan, seperti yang tertuang di format APBDes tersebut.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa “memaksa” pemerintah desa menerapkan pengadaan barang jasa di desa dengan metode swakelola sehingga sesuai dengan format APBDes yang terlampir di Permendagri tersebut. Pengadaan barang jasa di desa berdasarkan Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa memang pada prinsipnya dilaksanakan secara swakelola, tapi juga tidak dilarang menggunakan penyedia jasa sepanjang sesuai kriteria yang telah ditentukan.

Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang sangat mendasar tersebut salah satu faktor paling dominan adalah kesiapan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pemerintah desa harus terus ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan maupun konsultasi perihal pelaporan pertanggung jawaban yang benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terbaru.

Uraian diatas hanya membahas salah satu yang harus dipahami yaitu pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa, Laporan Kekayaan Milik Desa dan Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa juga wajib dibuat dengan benar, sehingga Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran, dapat dipertanggung jawabkan dan menghindarkan permasalahan-permasalahan di kemudian hari.