HASIL PEKERJAAN BUKAN METODE PENGADAAN

HASIL PEKERJAAN BUKAN METODE PENGADAAN.

Tujuan utama dari Proses pengadaan barang/jasa di desa, baik itu yang dilaksanakan melalui Penyedia jasa maupun swakelola, adalah untuk memperoleh barang/jasa yang dibutuhkan Pemerintah Desa maupun Masyarakat Desa dalam jumlah yang cukup, dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat yang telah ditentukan.

Sedangkan tujuan digunakan peraturan peraturan pengadaan barang/jasa di desa baik itu Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perka LKPP) ataupun Peraturan-Peraturan Bupati yang di terbitkan di setiap Daerah adalah sebagai acuan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di Desa adalah agar pelaksanaan barang/jasa di desa itu dilaksanakan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Metode apapun yang akan digunakan baik itu swakelola maupun penyedia jasa diserahkan kepada pihak yang mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan barang/jasa di desa, karakteristik setiap desa tentu berbeda beda, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun keadaan geografis desa, seharusnya siapapun tidak dapat memaksakan bahwa pengadaan barang/jasa di desa harus dilaksanakan secara swakelola maupun melalui penyedia jasa. Tidak hanya metode swakelola yang dapat memberdayakan masyarakat, melalui penyedia jasa juga bisa yaitu dengan cara Kepala Desa meminta kepada penyedia jasa untuk mengakomadasi masyarakat desa tersebut untuk bekerja sebagai pekerja harian lepas ataupun tukang kayu maupun batu sementara mandor harus tetap menggunakan pekerja dari penyedia jasa untuk mengawasi kualitas pekerjaan dan untuk bahan baku sesuai dengan ketentuan apabila ada wajib membeli di desa tersebut, daripada pekerjaan swakelola tapi kenyataan dilapangan malah menggunakan tenaga kerja dari luar desa itu sendiri, dan bahan baku malah membeli dari luar daerah padahal di desa tersebut tersedia bahan baku untuk menunjang pekerjaan dimaksud. Perbedaan swakelola maupun penyedia jasa menjadi bias.

Banyak pihak seringkali mempermasalahkan metode pengadaan barang/jasa, sementara hasil akhir (output) yang merupan tujuan utama pengadaan barang/jasa di desa kurang mendapat perhatian, memang benar tujuan dari pengadaan barang jasa di desa adalah pemberdayaan masyarakat, sering kata pemberdayaan ini, dipahami dalam arti sempit yaitu masyarakat yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa mendapatkan keuntungan/hasil secara langsung, yang dimaksud dalam kalimat pemberdayaan masyarakat adalah partisipasi, partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan terlibat langsung dengan proses kegiatan-kegiatan maupun ikut mengawasi kegiatan-kegiatan dimaksud, peran serta masyarakat merupakan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Banyak pihak pula yang terlibat dan merasa berkepentingan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di Desa, inilah yang menyebabkan adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan untuk kepentingan kelompoknya dalam pengadaan barang/jasa tersebut, metode yang digunakan baik itu melalui Penyedia Jasa maupun Swakelola tidak jadi masalah bagi mereka, oknum-oknum tersebut selalu punya cara untuk mensiasatinya. Disinilah peran serta dan partisipasi aktif masyarakat desa sebagaimana diamanatkan di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, harus ditingkatkan yaitu dengan ikut mengawasi dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang ada di Desa mereka.

Para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa diharapkan tidak mengarahkan pihak-pihak yang tidak berkompenten untuk terlibat dalam pengadaan barang/jasa tersebut, apabila suatu pekerjaan tidak dapat di swakelolakan, dikarenakan tidak adanya warga masyarakat yang bersedia dan mampu melaksanakan pekerjaan tersebut langkah yang bijak adalah menggunakan Penyedia Jasa yang mampu dan mempunyai kualitas atau pengalaman dalam pekerjaan dimaksud, demikian pula apabila ada warga desa yang mau dan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kualitas yang diinginkan, maka wajib memberikan kesempatan kepada warga Desa itu sendiri dengan menggunakan metode swakelola. Fakta dilapangan pernah ditemui yaitu Kepala Desa harus menanggung biaya perbaikan gedung yang telah dikerjakan, karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Mau tidak mau Kepala Desa merombak bangunan tersebut, dengan biaya pribadi agar gedung tersebut sesuai dengan spesifikasi dan layak untuk ditempati dan digunakan. Penyebab “kegagalan bangunan” dikarenakan Kepala Desa mengakomodasi permintaan dari warga untuk ikut berperan serta dalam pembangunan gedung tersebut, Kepala Desa sebenarnya mengetahui kalau warga yang ikut berpartisipasi dalam pekerjaan tersebut, belum memiliki keahlian dalam pekerjaan pembangunan gedung, tetapi berhubung Kepala Desa dituntut warga dan berdasarkan factor kemanusiaan yaitu agar warga mendapatkan hasil dari kegiatan yang ada di desa, keinginan beberapa warga tersebut di akomodir dan yang terjadi bangunan gedung tidak sesuai dengan spesifikasi, warga yang bekerja di pekerjaan itu, tidak mau tahu dan tidak mau bertanggung jawab atas “kegagalan bangunan” tersebut, imbasnya Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa bertanggung jawab dan wajib memberbaiki bangunan, walaupun menggunakan uang pribadi Kepala Desa.

Itu salah satu contoh permasalahan yang di temukan dilapangan masih banyak contoh-contoh lainnya, dari contoh diatas, Kepala Desa harus tegas dalam pengendalian dan pengawasan di lapangan dengan tidak mengakomodasi berbagai kepentingan yang justru akan menjerumuskan Kepala Desa itu sendiri. Siapapun boleh terlibat dan ikut dalam kegiatan-kegiatan ataupun pekerjaan-pekerjaan di Desa, tetapi tentunya hasil pekerjaan harus sesuai kualitas yang telah ditetapkan dapat di pertanggung jawabkan.

Yang harus digaris bawahi dari penjelasan diatas adalah metode apapun yang akan digunakan dalam pengadaan barang/jasa di desa harus sesuai dengan tujuan utama pengadaan barang/jasa, yaitu barang/jasa yang diterima sesuai jumlah yang diminta, dengan kualitas barang/jasa sesuai spesifikasi, harga yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak melebihi jangka waktu yang telah disepakati dan tempat/lokasi pekerjaan yang telah ditentukan, serta hasil pekerjaan/output dari pengadaan barang/jasa tersebut dapat dinikmati, dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat desa itu sendiri.