Persyaratan Penyedia Jasa dalam Pengadaan Barang/Jasa di Desa

Persyaratan Penyedia Jasa dalam Pengadaan Barang/Jasa di Desa

Pemberlakuan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau disebut Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, mengharuskan desa dalam memperoleh barang jasa yang diperlukan melaksanakan kegiatan pengadaan barang jasa berpedoman pada aturan-aturan yang dijelaskan dalam Perka LKPP tersebut.

Sebelum pemberlakuan peraturan seperti yang disebutkan diatas, para penyedia jasa berkutat dan berkonsentrasi di Instansi maupun di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam memperoleh paket pekerjaan, baik itu pekerjaan Jasa Konstruksi, Jasa Konsultansi, Pengadaan Barang ataupun Jasa Lainnya, dan setelah pemberlakuan Perka LKPP para penyedia berlomba-lomba dan berusaha untuk mendapatkan paket pekerjaan di desa-desa.

Pengadaan barang jasa di desa sesuai peraturan tersebut pada prinsipnya dilaksanakan secara swakelola, tetapi di peraturan tersebut juga mengakomodasi pengadaan lewat penyedia jasa dengan kriteria-kriteria tertentu. Pemerintah Desa dalam hal ini Tim Pengelola Kegiatan (TPK) cenderung menggunakan penyedia jasa dalam pengadaan barang jasa di desa, sepanjang sesuai kriteria yang dipersyaratkan dalam Perka LKPP tersebut TPK tidak dilarang mengunakan pihak penyedia jasa, alasan yang sering dikemukakan TPK mengapa mereka cenderung menggunakan penyedia jasa, dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia yang ada di desa mereka yang mempunyai keahlian di bidang perencanaan, pengawasan dan teknis infrastruktur serta administrasi keuangan dan pelaporan. Fakta dilapangan memang menjelaskan demikian.

Yang harus diantisipasi oleh Pemerintah Desa dalam hal ini adalah TPK adalah Penyedia Jasa yang mendapatkan paket pekerjaan di Desa mereka, apakah Penyedia Jasa tersebut sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usahanya, contohnya untuk pengadaan barang, apakah penyedia jasa tersebut memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.46/M-Dag/Per/9/2009 yang berbunyi “semua perusahaan diwajibkan memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dalam melaksanakan usahanya” kecuali yang dikecualikan oleh peraturan tersebut yaitu Usaha Mikro seperti bengkel, binatu (laundry), salon kecantikan, rumah makan, persewaan komputer dan internet, toko kelontong, tukang bakso keliling, dan pedagang asongan, tetapi bila usaha mikro tersebut ingin membuat SIUP juga tidak masalah apabila dikehendaki oleh usaha mikro tersebut, sedangkan untuk Jasa konstruksi wajib memiliki Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK) berdasarkan peraturan menteri yang membidangi, persyaratan lainnya lagi adalah Tanda Daftar Perusahaan (TDP) ini menunjukkan bahwa TDP adalah sebagai bukti bahwa suatu perusahaan atau badan usaha telah melakukan kewajibannya melakukan pendaftaran perusahaan dalam Daftar Perusahaan. Kewajiban melakukan pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diatur dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal 5 Undang-Undang tersebut berbunyi “Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan”, Akta Pendirian Perusahaan juga wajib dimiliki oleh penyedia jasa yang berbadan hukum ataupun Badan Usaha ini bertujuan agar memberikan kejelasan status kepemilikan perusahaan dan siapa yang berhak mengadakan ikatan perjanjian/kontrak dengan pihak TPK.

Berikutnya yang harus jadi perhatian TPK adalah Penyedia jasa tersebut juga harus memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa, ini bertujuan agar pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan hasil yang diinginkan dan memenuhi persyaratan teknis sesuai rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar pekerjaan yang terlampir di kontrak pekerjaan yang telah disepakati bersama. Untuk mendukung penyedia jasa memiliki keahlian, pengalaman teknis tersebut penyedia jasa juga diwajibkan memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa. Sumber daya manusia di penyedia jasa dibuktikan dengan ijasah ataupun sertifikat keahlian yang dilampirkan dalam kontrak dalam bentuk foto copy ijasah dan sertifikat, demikian juga untuk modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa, ini dimaksudkan untuk menghindari broker (calo) yang mendapatkan pekerjaan setelah itu pekerjaan tersebut malah dilaksanakan dan dikerjakan oleh penyedia jasa yang lain.

Selanjutnya adalah penyedia jasa memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil, ini bertujuan agar usaha mikro/kecil juga mendapatkan hak yang sama dan berkesempatan untuk mendapatkan paket pekerjaan di desa. Kriteria Usaha Mikro ataupun Usaha Kecil ini dapat dilihat dari Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).

TPK juga harus mengetahui bahwa calon penyedia jasa yang akan mengadakan perikatan perjanjian/kontrak tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, langkah antisipasinya adalah meminta penyedia jasa tersebut membuat surat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak seperti yang disebutkan diatas.

Penyedia jasa juga harus sebagai wajib pajak, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan. Apabila pajak 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan belum ada TPK dapat meminta Surat Keterangan Fiskal (SKF) kepada penyedia Jasa. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Pajak 3 bulan terakhir atau SKF dan apabila Pemilik perusahaan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak juga melampirkan PPh pasal 25/29 dan semua ini di fotocopy dan dilampirkan dalam kontrak.

Disamping semua persyaratan diatas, TPK juga harus mengetahui calon penyedia jasa yang akan mengerjakan paket pekerjaan, perusahaan penyedia jasa itu tidak masuk dalam Daftar Hitam. Ini yang harus menjadi perhatian, untuk mengetahui apakah perusahaan dimaksud masuk daftar hitam, TPK harus berkoordinasi dengan Unit Layanan Terpadu (ULP) di ibukota Kabupaten, apabila perusahaan tersebut terbukti termasuk dalam daftar hitam, tindakan yang diambil oleh TPK adalah membatalkan penyedia jasa tersebut untuk melaksanakan paket pekerjaan, dan apabila setelah mengetahui TPK tetap memaksakan penyedia jasa tersebut melaksanakan pekerjaan, itu dianggap TPK juga ikut berperan dalam pelanggaran hukum, kecuali status daftar hitam telah berakhir masa berlakunya, maka tidak boleh menghalangi calon penyedia jasa dalam memperoleh paket pekerjaan.

Dan yang terakhir adalah penyedia jasa harus menandatangani Pakta Integritas, ini dimaksudkan agar dalam melaksanakan paket pekerjaan penyedia jasa tidak melakukan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), akan melaporkan kepada APIP Kabupaten Kotawaringin Barat dan/atau LKPP apabila mengetahui ada indikasi KKN di dalam proses pengadaan ini, akan mengikuti proses pengadaan secara bersih, transparan, dan profesional untuk memberikan hasil kerja terbaik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan apabila melanggar hal-hal yang dinyatakan dalam PAKTA INTEGRITAS ini, penyedia jasa bersedia menerima sanksi administratif, menerima sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam, digugat secara perdata dan/atau dilaporkan secara pidana.

Demikian sekilas tentang persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa, dari uraian diatas para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang jasa di desa harus mengetahui persyaratan-persyaratan calon penyedia jasa untuk dapat ikut dalam pengadaan barang jasa di desa, sehingga menghindarkan Kepala Desa dan TPK dari permasalahan hukum, apabila terjadi permasalahan di kemudian hari.

PERSOALAN-PERSOALAN PBJ DESA YANG DITEMUI DI LAPANGAN

PERSOALAN-PERSOALAN YANG DITEMUI DI LAPANGAN

Hasil diskusi perihal temuan di lapangan terkait pelaksanaan pengadaan barang jasa di desa tahun anggaran 2015, masih meninggalkan banyak persoalan terkait masalah teknis dan administrasi, dan itu harus segera di tindaklanjuti, agar ke depan tidak ditemukan lagi persoalan-persoalan yang dapat menganggu pelaksanaan pembangunan di desa, melalui pengadaan barang jasa, sehingga para pihak yang terlibat pengadaan barang jasa di desa, dapat bekerja dan melaksanakan pengadaan barang jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pengadaan barang jasa untuk tahun anggaran 2016 dapat berjalan lancar dan memenuhi peraturan perundang-undangan.

Hal yang mendesak yang harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terkait dengan persoalan-persoalan dan temuan di lapangan perihal pelaksanaan pengadaan barang jasa di desa, adalah penerbitan atau revisi Peraturan Bupati/Walikota tentang pengadaan barang jasa di desa. Sebagian besar Peraturan Bupati/Walikota tentang pengadaan barang jasa di desa hampir seluruhnya meniru Perka LKPP nomor 13/2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang Jasa Pemerintah di Desa, Perka tersebut memang pedoman dalam pembuatan Peraturan Bupati/Walikota, tapi yang harus juga diperhatikan Peraturan Bupati/Walikota juga harus menyesuaikan dengan kondisi lapangan masing-masing daerah, karena karakteristik setiap daerah tentu berbeda beda, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun keadaan geografis daerah tempat Desa itu berada, contohnya masalah Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) yang pencairannya dibagi dalam beberapa tahapan, setiap desa tentu ada yang berbeda waktunya dalam menerima pencairan ADD, ini disebabkan dalam pengajuan pencairan terebut ada persyaratan pertanggung jawaban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Desa, yang cepat dan lengkap tentunya lebih duluan menerima pencairan sebaliknya yang lambat otomatis terlambat pula penerima tahapan pencairan. Persoalan ini harusnya di akomadasi di Peraturan Bupati/Walikota tentang pengadaan barang jasa di desa, yang di salah satu klausulnya menjelaskan Pengadaan barang jasa baru dapat dilaksanakan setelah Pemerintah Desa telah mencairkan ADD, ini penting karena ada beberapa Desa, pencairan belum dilaksanakan tetapi mereka sudah melaksanakan tahapan pengadaan dan juga telah menandatangai kontrak pekerjaan. Ini dapat berakibat fatal, apabila pekerjaan telah selesai dilaksanakan tetapi sampai pekerjaan tersebut telah selesai ternyata pencairan ADD belum juga terealisir, siapa yang bertanggung jawab kalau masalah tersebut benar-benar terjadi. Dan juga yang harus diperhatikan apabila ternyata pencairan ADD itu dicairkan pada akhir tahun, tentunya waktunya tidak akan mencukupi untuk melaksanakan pengadaan barang jasa tersebut. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Bab II tentang Asas Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan “Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran” selanjutnya pada Pasal 2 ayat (2) berbunyi “Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember”. Apabila melewati tahun anggaran tersebut dipastikan tidak dapat di biayai, kecuali ada peraturan lain yang mengatur masalah tersebut.

Masalah lainnya yang mendesak dan harus segera di tindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak kalah pentingnya adalah tentang Surat Perjanjian (SP) atau istilah yang mudah dipahami yaitu Kontrak, banyak Tim Pengelola Kegiatan (TPK) ataupun Kepala Desa belum atau tidak memahaminya, ini dapat dipahami, jangankan aparatur pemerintah desa ataupun TPK, Aparatur Sipil Negara (ASN) saja yang berkecimpung di Pengadaan Barang Jasa masih banyak yang belum memahaminya, solusi dari persoalan tersebut Pemerintah Kabupaten/Kota secara kontinyu memberikan pemahaman dan pelatihan-pelatihan cara membuat kontrak yang benar, temuan dilapangan terkait masalah tersebut sering dijumpai, contohnya pekerjaan telah melewati tanggal yang telah di tentukan dan pekerjaan tersebut belum selesai dikerjakan, ini seharusnya ada sangsi atas keterlambatan tersebut, berhubung di klausul kontrak tidak mengatur masalah tersebut penyedia/pekerja mengelak untuk bertanggung jawab dan juga yang pernah ditemui adalah permasalahan addendum kontrak, akibat ketidak cermatan TPK dalam menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), begitu pekerjaan dilaksanakan baru diketahui ternyata ada kelebihan barang yang dibelanjakan contohnya material sebagai bahan baku pekerjaan, TPK dengan mudahnya melakukan addendum kontrak yang bertujuan kelebihan material ini dapat digunakan untuk pekerjaan lainnya, ini juga berdampak dengan berubahnya gambar bangunan. Pengajuan Addendum kontrak tidak sesederhana itu, ada kriteria-kriteria tertentu untuk dapat mengajukan addendum kontrak yaitu, keadaan kahar, ada masalah-masalah di luar kendali penyedia dan kriteria lainnya, dan addendum juga harus mendapat persetujuan dari TPK bila pengadaan itu melalui penyedia jasa (Perusahaan), sedangkan untuk metode swakelola harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Desa selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, tanpa melewati proses yang disebutkan diatas addendum tidak dapat dilaksanakan.

Pembuatan Kontrak, baik itu melalui Penyedia Jasa maupun Swakelola harus benar-benar secara komprehensif untuk meminimalisir persoalan-persoalan yang nantinya akan ditemui. Masih banyak nantinya hal-hal yang harus segera ditindaklanjuti dan dicarikan solusi apabila ada persoalan-persoalan baru dalam pengadaan barang jasa di desa, pelatihan yang dilaksanakan secara terus menerus untuk TPK maupun Aparatur Desa serta masayarakat Desa yang berkecimpung dalam pengadaan barang jasa tersebut, dan juga yang tidak kalah pentingnya, yang harus TPK maupun Pemerintah Desa lakukan adalah banyak bertanya ataupun konsultasi kepada orang-orang yang memahami tentang pengadaan barang jasa, apabila ada hal-hal yang meragukan dan belum dipahami. Jangan sampai akibat dari ketidak sengajaan ataupun dari ketidaktahuan menjadi bumerang bagi para pihak yang terlibat pengadaan barang jasa di desa.